Tools:
Powered by AdinJava

Rektor Unib Temukan 19 Kearifan Lokal Suku Serawai Hadapi Perubahan Iklim

Table of Contents
Featured Image

Pengetahuan Lokal sebagai Solusi untuk Perubahan Iklim

Dalam upaya menghadapi perubahan iklim, penting untuk mempertimbangkan berbagai solusi yang tidak hanya berbasis teknologi, tetapi juga melibatkan pengetahuan tradisional masyarakat. Salah satu contoh adalah kearifan lokal suku Serawai di Bengkulu, yang telah diidentifikasi oleh Prof. Panji Suminar, Guru Besar Ekologi Manusia Universitas Bengkulu (UNIB). Dalam orasi ilmiahnya pada 30 September 2025, ia menyampaikan bahwa kearifan lokal ini bisa menjadi bagian dari strategi pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Krisis Ekologis dan Pentingnya Keberlanjutan

Menurut Prof. Panji, krisis ekologis saat ini menunjukkan bahwa kehidupan alam semesta, termasuk manusia dan lingkungannya, berada di ambang perubahan besar. Kerusakan hutan, kerusakan lahan, pencemaran air, serta punahnya keanekaragaman hayati adalah gejala dari pembangunan yang sering kali mengabaikan nilai-nilai lokal.

Perubahan iklim bukan hanya masalah teknis atau lingkungan, tetapi juga krisis etika dan peradaban. Prof. Panji menjelaskan bahwa pengetahuan ekologis masyarakat adat (IEK) bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga sumber daya pengetahuan yang relevan dalam merancang masa depan lingkungan yang lebih baik.

Celako Kemali: Sistem Norma dan Nilai Suku Serawai

Suku Serawai memiliki sistem norma dan nilai yang dikenal sebagai "Celako Kemali", yang berfungsi sebagai pedoman dalam praktik pertanian dan perkebunan. Sistem ini mencakup berbagai tabu dan larangan yang dibagi dalam bentuk sanksi. Saat ini, dari 19 Celako Kemali yang ada, tiga di antaranya telah punah karena perubahan kondisi lahan dan populasi yang meningkat.

Tiga Celako Kemali yang hilang antara lain:

  • Kijang Ngulang Tai: Petani hanya boleh mengelola tanah pertanian satu tahun sekali agar tanah dapat kembali subur.
  • Sepenetaan Aqhq Kayu atau Sepenggorengan Arang: Dilarang menebang pohon di lereng bukit, sementara di lembah terdapat persawahan.
  • Umo Tekeno Tana Tigo atau Bukit Tiga Gunung Sembilan: Dilarang membuka hutan di lembah yang dikelilingi tiga bukit untuk kegiatan pertanian.

Celako Kemali yang Masih Digunakan dengan Modifikasi

Lima Celako Kemali masih digunakan, meskipun telah dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman. Contohnya:

  • Manggang Tetugu: Dilarang menebang hutan yang berbatasan dengan tanah angker.
  • Tana Penyakitan atau Tana Angker: Tidak boleh membuka lahan pertanian di daerah yang merupakan tempat tinggal roh leluhur.
  • Binti Meretas Tanjung: Dilarang membuka lahan di delta sungai meskipun tanahnya sangat subur.
  • Tanam Tungku Buisi: Dilarang membuka hutan untuk kegiatan pertanian di sekitar lokasi yang dianggap sebagai tempat tinggal roh halus.
  • Bemban Teralai: Dilarang menebang hutan di lereng bukit ketika sungai mengalir di lembah.

Celako Kemali yang Masih Diterapkan Sepenuhnya

Sebanyak 11 Celako Kemali masih diterapkan sepenuhnya oleh masyarakat Serawai. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Kijang Melumpat: Tata kelola membuka lahan dan sawah.
  • Tanah Siboan: Tidak diperkenankan mengelola lahan pertanian di makam leluhur atau tempat ritual adat.
  • Merabung Bumi atau Pematang Kuburan: Dilarang membuka lahan untuk bercocok tanam jika lahan tersebut diapit oleh dua sungai atau anak sungai.
  • Setabua Gendang: Larangan menebang hutan di hulu sungai.
  • Ulu Tulung Betangisan: Dilarang membuka lahan di lereng yang terdapat dua mata air yang mengalir berlawanan arah.

Selain itu, masih ada Celako Kemali seperti Sepelansaran Mayat, Sepelintasan Perau, Elang Setepak, Tikam Luang, Segelibak Bangkai, dan Macan Merunggu yang memiliki aturan khusus untuk menjaga keseimbangan ekologis.

Kesimpulan

Celako Kemali tidak hanya menjadi pesan keseimbangan ekologis dalam pengelolaan sumber daya alam, tetapi juga menjadi bukti bahwa kearifan lokal harus dijadikan pertimbangan utama dalam setiap pembangunan. Dengan memahami dan melestarikan pengetahuan ini, masyarakat dapat bekerja sama dalam menjaga lingkungan dan menghadapi tantangan perubahan iklim secara lebih efektif.

Posting Komentar