Pola Makan Ramah Iklim: Antara Sains dan Kebiasaan Salah

Penelitian tentang Makanan Sehat dan Lingkungan Menghadapi Kampanye Misinformasi
Pola makan yang sehat, baik bagi manusia maupun lingkungan, mencakup berbagai jenis makanan seperti kacang-kacangan, biji-bijian utuh, buah-buahan, dan sayuran dengan porsi daging, produk susu, serta gula yang lebih sedikit. Pesan sederhana ini berasal dari Komisi EAT-Lancet, sebuah lembaga ilmiah independen yang bekerja sama dengan jurnal medis Inggris yang terkenal. Pada pekan lalu, komisi ini memperbarui laporan tahun 2019 yang menyebutkan pola makan sehat yang juga ramah lingkungan. Temuan ini telah diterima oleh banyak ahli kesehatan dan lingkungan.
Johan Rockström, wakil ketua komisi sekaligus direktur Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim, menjelaskan bahwa sistem pangan menghasilkan sekitar 30% emisi gas rumah kaca global. Ia menunjukkan riset baru dari lebih dari 35 negara di enam benua yang menunjukkan bahwa menggabungkan makanan sehat dalam pedoman gizi, mengatasi kehilangan dan pemborosan pangan, memilih produk lokal, serta beralih ke praktik pertanian berkelanjutan dapat mengurangi tekanan pada lingkungan, mengurangi emisi lebih dari setengahnya, dan mencegah hingga 15 juta kematian dini setiap tahun.
Dengan menyatukan sains terbaru tentang kesehatan dan iklim, laporan ini menunjukkan bahwa apa yang kita masukkan ke dalam piring bisa menyelamatkan jutaan nyawa, mengurangi miliaran ton emisi, menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati, dan menciptakan sistem pangan yang lebih adil.
Riset yang Diserang oleh Kampanye Terorganisir
Meski pesan tentang pola makan “sehat planet” ini banyak diterima, laporan pertama komisi pada 2019 telah dikutip lebih dari 10.000 kali. Namun, pesan tersebut tidak disambut baik oleh komunitas daring yang mempromosikan pola makan berbasis daging sebagai alami, penting, dan ramah lingkungan. Laporan asli menghadapi banjir misinformasi di media sosial, termasuk konten yang menyesatkan atau bias yang meremehkan temuan tersebut.
Platform peliputan iklim DeSmog menemukan dokumen yang melacak serangan balik itu ke konsultan PR global Red Flag, yang mewakili industri daging dan susu. Meskipun DW menghubungi Red Flag untuk komentar, tidak ada tanggapan sebelum publikasi.
Maddy Haughton-Boakes, kampanye senior di Changing Markets Foundation, menyatakan bahwa makanan adalah sesuatu yang orang punya ikatan erat dengannya. Semua orang punya hubungan pribadi dengan makanan dan apa yang mereka makan, dan orang-orang tahu itu. Jika dimainkan ke agenda individualisme, Anda bisa benar-benar mengobarkan emosi dan memotivasi orang.
Investigasi baru oleh Changing Markets mengungkap bagaimana "ilmuwan, dokter, influencer kesehatan, jurnalis, dan penulis yang pro-industri" terlibat dalam "kampanye terarah dan terkoordinasi" untuk menggagalkan laporan EAT-Lancet 2019 dan riset tentang kesehatan serta keberlanjutan. Para pengkritik menggambarkannya sebagai "berbahaya, elitis, dan anti-sains."
Media Sosial, AI, dan Penyebaran Misinformasi
Haughton-Boakes mengatakan melemahnya unit pemeriksa fakta serta pengaman terhadap informasi menyesatkan di platform seperti X, Instagram, dan Facebook selama setahun terakhir ikut mendorong misinformasi. Begitu juga dengan munculnya alat AI yang mempercepat penyebaran berita palsu dan video atau gambar deepfake yang meyakinkan.
Sosiolog Jose Henrique Bortoluci dan Emmanuel Guerin dari European Climate Foundation menyebut kebebasan relatif di media sosial telah menciptakan lingkungan subur bagi disinformasi iklim. Individu oportunis memanfaatkan lingkungan ini untuk menumbuhkan skeptisisme dan menyebarkan misinformasi. Mereka mahir meniru 'keahlian' atau merusaknya, tercermin dari munculnya pseudo-eksper dan think tank yang bertujuan mendiskreditkan sains iklim.
Bortoluci menekankan bahwa platform media sosial harus diatur, sebagaimana media siaran dan periklanan. Tidak ada upaya individual atau institusional yang bisa membatasi penyebaran berita palsu dan kampanye disinformasi jika platform itu sendiri tidak ikut bertanggung jawab.
Merebut Kembali Narasi Emosional
Rockström menyatakan bahwa semua anggota Komisi EAT-Lancet memiliki keprihatinan yang sama atas kembalinya misinformasi, disinformasi, dan penyangkalan sains iklim. Namun ia merasa laporan baru ini siap untuk "menghadapi serangan" dengan penilaian ilmiah global yang "ketat."
Walter C. Willett, profesor epidemiologi dan nutrisi di Harvard T.H. Chan School of Public Health, menegaskan bahwa pola makan kesehatan planet serupa dengan banyak diet tradisional di seluruh dunia. Contoh rencana makan sehat ini akan ditampilkan di situs laporan dalam serangkaian gambar, sebuah upaya untuk lebih terhubung dengan masyarakat dan merebut kembali apa yang disebut Bortoluci dan Guerin sebagai "narasi emosional" yang dibajak oleh misinformasi.
Willett menambahkan bahwa [gambar-gambar itu] menunjukkan bahwa ini bukan diet penuh pengorbanan yang kita bicarakan. Ini adalah sesuatu yang bisa lezat, aspiratif, dan menyehatkan.
Posting Komentar