Kehidupan Remaja dan Gawai: Bangun Tidur Langsung Cari HP

Penggunaan Gadget yang Berlebihan dan Dampaknya pada Remaja
Gadget kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi remaja. Mulai dari bangun tidur hingga sebelum tidur, gawai sering kali menjadi teman utama dalam berbagai aktivitas. Namun, penggunaan yang berlebihan bisa menyebabkan masalah serius, baik secara mental maupun fisik.
Menurut data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sekitar 34 persen dari 68 juta remaja di Indonesia mengalami kecanduan gadget. Hal ini membuat banyak dari mereka merasa kesepian dan bahkan satu dari empat remaja mengalami stres yang memengaruhi kesehatan mentalnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa penggunaan gawai tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga bisa menjadi ancaman nyata jika tidak dikelola dengan baik.
Indah, seorang siswi SMA di Jakarta Barat, mengakui bahwa gadget adalah hal pertama yang ia lihat setiap pagi. Ia menghabiskan sekitar enam hingga delapan jam sehari untuk bermain media sosial, seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. “Kadang saat stres, scrolling media sosial bisa membuatku lupa sejenak akan masalah,” ujarnya. Meski begitu, ia juga menggunakan ponsel untuk mencari referensi tugas sekolah atau belajar.
Fadli, seorang karyawan swasta berusia 22 tahun, menyebut gadget sebagai "senjata multifungsi" dalam hidupnya. Ia menghabiskan sebagian besar waktu untuk pekerjaan, sementara sisanya digunakan untuk bermain game atau menonton streaming. Namun, ia juga mengakui bahwa gadget bukan selalu menjadi solusi. “Saat kesepian, kadang malah membuatku lebih overthinking karena melihat orang lain di media sosial,” katanya.
Kedua remaja ini pernah mencoba detoks digital. Indah memilih mematikan HP selama sehari penuh saat liburan bersama keluarga, sedangkan Fadli biasanya menghapus aplikasi media sosial saat merasa overthinking. “Awalnya susah, tapi setelah beberapa hari justru biasa saja,” kata Arif.
Meski demikian, nasihat dari orang tua tentang batasan waktu layar sering kali sulit diikuti. “Ibu sering bilang jangan terlalu lama main HP, nanti sakit mata. Tapi sekarang semua serba online, jadi susah dibatasi,” ujar Indah.
Ahli psikolog klinis forensik UI, Kasandra Putranto, menjelaskan beberapa ciri umum dari remaja yang mengalami kecanduan gadget. Salah satunya adalah penurunan akademik akibat terlalu lama terpapar gawai. Selain itu, remaja bisa menjadi lebih mudah marah, cemas, atau panik jika tidak memiliki akses ke gadget.
Anak yang kecanduan gadget juga cenderung kehilangan minat pada aktivitas lain dan menghindari interaksi langsung dengan keluarga atau teman. Selain itu, gangguan tidur dan masalah fisik seperti sakit kepala serta nyeri mata juga sering terjadi.
Untuk mengatasi kecanduan ini, Kasandra menyarankan beberapa langkah. Pertama, pemantauan mandiri dengan mencatat waktu penggunaan gadget setiap harinya. Dengan cara ini, remaja bisa sadar akan pola penggunaannya dan kemudian membatasi durasi penggunaan. Misalnya, hanya 1-2 jam per hari untuk aktivitas produktif.
Jika masih merasa kesulitan, remaja bisa mencari kebiasaan baru untuk menggantikan kebiasaan membuka gadget. Contohnya dengan membaca buku, menulis jurnal, atau berolahraga. Detoks digital juga bisa dilakukan saat melakukan aktivitas dasar seperti makan atau tidur.
Yang paling penting, remaja harus sadar bahwa penggunaan gadget sudah berlebihan dan mulai menggantinya dengan aktivitas yang lebih sehat. Dengan kesadaran ini, mereka dapat membangun kembali keseimbangan antara teknologi dan kehidupan nyata.
Posting Komentar