5 Tanda Awal Alzheimer Terlihat dari Bahasa Lisan

Tanda Awal Penyakit Alzheimer yang Terkait dengan Perubahan Bahasa
Setiap tahun, sekitar 10 juta orang di seluruh dunia didiagnosis dengan demensia. Di Indonesia, pada 2016 diperkirakan terdapat 1,2 juta orang dengan demensia. Angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 2 juta orang pada 2030 dan 4 juta orang pada 2050. Penyebab paling umum dari demensia adalah penyakit Alzheimer, yaitu gangguan fisik pada otak yang menyebabkan sel-sel otak berhenti berfungsi secara normal, dan kondisinya akan memburuk seiring waktu. Dampaknya adalah penurunan daya ingat, kemampuan berpikir, hingga fungsi sehari-hari.
Mengenali gejala penyakit Alzheimer sejak dini bisa membantu pasien dan keluarga mencari dukungan serta perawatan medis yang tepat. Salah satu cara mendeteksinya lebih awal adalah dengan memperhatikan perubahan dalam cara seseorang berbicara. Gangguan bahasa sering kali muncul lebih dulu sebelum gejala lain terlihat. Berikut lima tanda awal Alzheimer yang terkait dengan cara bicara yang perlu kamu waspadai.
1. Jeda, Keragu-raguan, dan Ketidakjelasan dalam Berbicara
Salah satu gejala yang paling mudah dikenali dari penyakit Alzheimer adalah kesulitan mengingat kata-kata tertentu, yang sering kali menyebabkan jeda atau keragu-raguan saat berbicara. Kondisi ini membuat seseorang sulit menemukan kata yang tepat, sehingga mereka mungkin berbicara secara samar, misalnya dengan mengatakan “benda itu”, atau menjelaskan dan mengelilingi kata yang dimaksud.
Contohnya, alih-alih menyebut kata “anjing”, mereka mungkin berkata, “hewan peliharaan… yang suka menggonggong… dulu aku punya waktu kecil.” Hal ini menunjukkan bahwa mereka sedang berjuang untuk mengingat kata yang tepat.
2. Menggunakan Kata dengan Makna yang Salah
Kesulitan mengingat kata yang tepat dapat menjadi salah satu tanda awal penyakit Alzheimer. Orang dengan Alzheimer mungkin mengganti kata yang ingin mereka ucapkan dengan sesuatu yang masih berhubungan. Misalnya, alih-alih mengatakan “anjing”, mereka bisa menyebut hewan lain dalam kategori yang sama, seperti “kucing”.
Pada tahap awal penyakit Alzheimer, perubahan ini lebih sering terkait dengan kategori yang lebih luas atau umum. Contohnya, seseorang mungkin mengatakan “hewan” alih-alih “kucing”.
3. Membicarakan Tugas Alih-alih Mengerjakannya
Seseorang dengan Alzheimer mungkin mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu tugas. Alih-alih melakukannya, mereka bisa saja berbicara tentang perasaan mereka terhadap tugas tersebut, mengungkapkan keraguan, atau menyebut kemampuan yang pernah mereka miliki di masa lalu.
Mereka mungkin berkata, “Saya tidak yakin bisa melakukan ini” atau “Dulu saya pandai melakukan hal ini”, bukannya membicarakan tugas itu secara langsung.
4. Kosakata Makin Terbatas
Salah satu tanda yang lebih halus dari penyakit Alzheimer adalah kecenderungan untuk menggunakan bahasa yang lebih sederhana, dengan mengandalkan kata-kata umum. Orang dengan Alzheimer sering mengulang kata kerja, kata benda, dan kata sifat yang sama alih-alih menggunakan kosakata yang lebih beragam.
Mereka juga dapat lebih sering menggunakan kata sambung seperti “itu”, “dan”, atau “tapi” untuk menghubungkan kalimat.
5. Kesulitan Menemukan Kata yang Tepat
Orang dengan Alzheimer dapat mengalami kesulitan untuk memikirkan kata, benda, atau sesuatu yang termasuk dalam suatu kelompok. Hal ini terkadang digunakan sebagai tes kognitif untuk mendeteksi penyakit tersebut.
Sebagai contoh, orang dengan Alzheimer mungkin kesulitan menyebutkan benda-benda dalam kategori tertentu, seperti berbagai jenis makanan, bagian-bagian tubuh, atau kata-kata yang diawali huruf yang sama. Seiring perkembangan penyakit, tugas-tugas ini menjadi makin sulit untuk dilakukan.
Faktor Risiko Alzheimer
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena penyakit Alzheimer. Beberapa faktor risiko tidak dapat diubah, tetapi banyak faktor lainnya bisa dikendalikan.
Faktor Risiko yang Tidak Bisa Diubah
Usia adalah faktor risiko terbesar untuk Alzheimer. Semakin tua seseorang, semakin besar kemungkinan ia terkena penyakit ini. Setelah usia 65 tahun, risiko seseorang untuk mengembangkan Alzheimer akan berlipat ganda setiap lima tahun. Meskipun sebagian besar orang dengan Alzheimer berusia di atas 65 tahun, tetapi orang yang lebih muda juga bisa mengalaminya.
Jenis kelamin juga berpengaruh. Jumlah perempuan berusia di atas 65 tahun yang mengidap Alzheimer sekitar dua kali lebih banyak dibandingkan laki-laki dengan usia yang sama. Hal ini terutama karena perempuan cenderung hidup lebih lama daripada laki-laki.
Genetik juga berperan. Ada gen tertentu yang dapat diturunkan dari orang tua dan memengaruhi kemungkinan seseorang terkena Alzheimer. Gen familial akan pasti menyebabkan Alzheimer jika diturunkan dari orang tua ke anak. Gen risiko meningkatkan kemungkinan seseorang terkena Alzheimer, namun tidak selalu menyebabkan penyakit ini.
Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan
Gaya hidup sehat, terutama sejak usia paruh baya (40–65 tahun), cenderung lebih kecil kemungkinannya terkena Alzheimer. Ini mencakup tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol berlebihan, mengonsumsi makanan sehat dan seimbang, serta tetap aktif secara fisik, mental, dan sosial.
Melindungi kepala dari cedera sepanjang hidup juga berpotensi mengurangi risiko. Cedera otak traumatis biasanya disebabkan oleh benturan atau guncangan pada kepala, terutama jika sampai menyebabkan pingsan.
Kondisi kesehatan seperti diabetes, stroke, dan penyakit jantung juga dapat meningkatkan risiko Alzheimer. Manajemen kondisi-kondisi ini dan mendapatkan dukungan tenaga kesehatan sedini mungkin dapat membantu menurunkan risiko Alzheimer.
Lupa kata sesekali memang hal yang normal. Namun, jika kesulitan berbahasa terjadi terus-menerus dan makin parah, itu bisa menjadi tanda awal Alzheimer. Mendeteksi perubahan ini sangat penting, terutama bagi orang-orang yang berisiko lebih tinggi.
Posting Komentar