Rantai Pengiriman Beremisi Tinggi

Peran Penting Last-Mile Delivery dalam Emisi Karbon di Asia Tenggara
Last-mile delivery (LMD) atau pengiriman terakhir menjadi fase yang paling signifikan dalam kontribusi emisi karbon di kawasan Asia Tenggara.
Menurut laporan yang dirilis oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia bersama Clean Mobility Collective Southeast Asia (CMC SEA), sekitar 53 persen dari total biaya pengiriman berasal dari proses ini, yang juga menjadi penyumbang emisi terbesar.
Deliani Poetriayu Siregar, Deputy Director ITDP Indonesia, menjelaskan bahwa LMD adalah tahap akhir pengantaran barang ke tangan konsumen.
Proses ini sering kali melibatkan perjalanan jarak pendek dan pengantaran satu per satu ke rumah-rumah. Dibandingkan dengan pengiriman awal dari produsen yang menggunakan truk besar, biaya pengiriman LMD jauh lebih mahal.
Di Asia Tenggara, sebagian besar layanan LMD menggunakan sepeda motor karena biayanya yang relatif terjangkau dan kemampuannya menembus kepadatan kota.
Para kurir biasanya menghadapi tantangan seperti jalan sempit dan gang-gang yang sulit diakses. Dalam studi bertajuk “Background Study on Two-Wheeler Last-Mile Delivery (LMD) Services toward Inclusive, Low-Carbon Transport Transformation in Indonesia, Thailand, Vietnam, and the Philippines”, data menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen aktivitas logistik di Indonesia dilakukan menggunakan sepeda motor.
Rata-rata jarak tempuh para kurir mencapai 60-80 km per hari. Di Vietnam, 70 persen armada LMD juga menggunakan sepeda motor, dengan estimasi emisi mencapai lebih dari 1,2 juta ton karbondioksida per hari pada 2025.
Ketergantungan tinggi pada sepeda motor menyebabkan berbagai tantangan perkotaan, seperti polusi udara, kemacetan, dan risiko kesehatan.
Studi ini menyoroti pentingnya pengembangan solusi logistik yang lebih inklusif dan rendah emisi. Southeast Asia Director ITDP Gonggomtua Sitanggang menilai studi ini sebagai langkah awal penting untuk memahami kompleksitas layanan LMD di kawasan Asia Tenggara.
Menurut Maria Golda P. Hilario, Director for Urban Development di ICSC Filipina, penerapan panduan regional ke dalam tindakan konkret sangat penting untuk menciptakan dampak nyata.
Ia menilai panduan ASEAN tentang logistik yang baru saja diluncurkan sebagai langkah positif, meskipun masih bersifat umum.
Studi semacam ini dapat menjadi dasar untuk pengembangan pendekatan yang lebih detail dan komprehensif.
Meski beberapa perusahaan logistik mulai beralih ke kendaraan listrik dan strategi rendah emisi, adopsinya belum merata.
Hal ini disebabkan oleh minimnya dukungan kebijakan, lemahnya regulasi, serta kendala finansial bagi pelaku usaha kecil dan lokal.
Deliani menekankan bahwa jumlah penggunaan sepeda masih sangat kecil, sehingga dampaknya dalam pengurangan emisi karbon pun kurang terlihat.
Sektor LMD sering kali kurang mendapat perhatian dibanding transportasi penumpang. Padahal, kompleksitas dan dampaknya terhadap kota sangat signifikan.
Lai Nguyen Huy, Research Specialist Asian Institute of Technology-Thailand, menyampaikan bahwa sektor ini masih menghadapi tantangan struktural, termasuk perencanaan pemerintah yang minim dan kurangnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan.
Ia menyarankan kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan perusahaan untuk mencapai kemajuan yang signifikan.
Nguyen Thi Phuong Nhung, Citizen Science Program Coordinator di Live & Learn Vietnam, menyoroti bagaimana kepemilikan armada memengaruhi LMD di wilayah setempat.
Ia menanyakan apakah para kurir mampu membeli kendaraan listrik untuk memenuhi target 100 persen kendaraan listrik, atau apakah tanggung jawab ini harus ada pada perusahaan atau pemerintah.
Anggie Hapsari, Program Development Associate ITDP Indonesia, menyoroti berbagai inisiatif yang sudah berjalan di kawasan ini.
Beberapa perusahaan pengiriman di Indonesia sudah mulai beralih ke model ramah lingkungan, sementara pemerintah mewajibkan peralihan ke model berkelanjutan dalam waktu 1,5 tahun.
Di Filipina, pemerintah mengambil pendekatan berbeda dengan mewajibkan perusahaan melaporkan kinerja ESG mereka—sesuatu yang juga bisa dipertimbangkan oleh Indonesia.
Maria Golda P. Hilario menekankan urgensi upaya kolektif dalam menangani permasalahan lingkungan, dengan menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat.
Ia menegaskan bahwa setiap tindakan penting dan setiap orang memiliki peran dalam menciptakan solusi yang lebih ramah lingkungan.
Dengan pendekatan berbasis data dan kolaborasi antarnegara, ITDP Indonesia dan jaringan CMC SEA berharap ragam contoh baik yang telah dilakukan di empat negara dapat diadopsi lebih lanjut untuk mendorong kebijakan yang lebih berpihak pada kota yang ramah lingkungan, sehat, dan setara bagi semua.
Posting Komentar