Opini: Kemiskinan dan Kesehatan Mental

Penurunan Kemiskinan di Indonesia Tapi Peningkatan di Wilayah Perkotaan
Data kemiskinan terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa presentasi penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 sebesar 8,47%. Angka ini menurun sebesar 0,10 poin dibandingkan September 2024 dan 0,56 poin dari Maret 2024. Meskipun secara nasional angka kemiskinan mengalami penurunan, data BPS juga mencatat adanya kenaikan jumlah penduduk miskin perkotaan. Dari 11,05 juta orang atau 6,66% pada September 2024, jumlah ini meningkat menjadi 11,27 juta orang atau 6,73% pada Maret 2025.
Pertanyaannya, mengapa kemiskinan di wilayah perkotaan justru meningkat? Apa faktor-faktor yang menyebabkan situasi ini? Dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan masyarakat perkotaan?
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan Perkotaan
Kemiskinan di perkotaan dipengaruhi oleh berbagai aspek, termasuk sosial, ekonomi, dan politik. Menurut definisi BPS (2023), kemiskinan merujuk pada kondisi di mana seseorang atau kelompok tidak mampu memenuhi hak-hak dasar untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hal ini sangat berkaitan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang mengukur tiga dimensi utama: kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak.
IPM yang tinggi menunjukkan kualitas hidup yang baik, sedangkan IPM yang rendah sering kali dikaitkan dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Di Indonesia, ketiga dimensi tersebut masih belum merata, terutama di daerah perkotaan. Hal ini memperparah kondisi kemiskinan, khususnya di kota-kota besar.
Fenomena ‘Rojali’ dan ‘Rohana’
Di tengah dinamika kehidupan perkotaan, muncul fenomena seperti ‘rojali’ (rombongan jarang beli) dan ‘rohana’ (rombongan hanya nanya-nanya). Fenomena ini menunjukkan bahwa meski pusat perbelanjaan tetap ramai, tidak semua pengunjung melakukan transaksi. Hal ini bisa disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat akibat tekanan finansial dan kesenjangan ekonomi.
Studi yang dilakukan Hannah (2024) menunjukkan bahwa kemiskinan perkotaan sering kali tersembunyi di balik tampilan kemakmuran. Ketidakamanan perumahan, ketimpangan ekonomi, serta kurangnya akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan menjadi faktor utama yang menyebabkan masalah ini.
Dampak Kemiskinan pada Kesehatan Mental
Kemiskinan tidak hanya memengaruhi ekonomi, tetapi juga kesehatan mental. Studi Gruebner dkk (2017) menunjukkan bahwa risiko penyakit mental seperti skizofrenia lebih tinggi di perkotaan dibandingkan pedesaan. Hidup dalam kemiskinan dapat memperburuk kondisi kesehatan mental, seperti stres, kecemasan, depresi, dan trauma.
Beberapa faktor yang memengaruhi kesehatan mental di perkotaan antara lain:
- Tekanan finansial: Kurangnya sumber daya memicu stres dan kekhawatiran.
 - Ketimpangan sosial ekonomi: Akses terbatas terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak.
 - Lingkungan yang tidak mendukung: Kepadatan, kebisingan, dan kemacetan meningkatkan tingkat stres.
 - Stigma dan diskriminasi: Seringkali membuat individu hidup dalam 'kepura-puraan' demi mendapatkan validasi dari lingkungan.
 
Peran Pemerintah dalam Mengatasi Kemiskinan Perkotaan
Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan pemenuhan tiga dimensi dasar, yaitu kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
- Meningkatkan layanan kesehatan, termasuk kesehatan mental.
 - Mendata kota-kota yang rentan terhadap peningkatan kemiskinan.
 - Memastikan program pemerintah mencakup seluruh lapisan masyarakat.
 
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat membantu mengurangi dampak kemiskinan di wilayah perkotaan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Posting Komentar