Mitos dan Fakta Vaksin Campak yang Wajib Diketahui

Pentingnya Vaksin Campak dan Mitos yang Sering Disebarkan
Vaksin campak merupakan salah satu alat pencegahan utama dalam melindungi tubuh dari penyakit campak, yang bisa menyebabkan komplikasi serius. Vaksin ini menjadi bagian dari program imunisasi rutin yang direkomendasikan oleh berbagai lembaga kesehatan. Dalam pencegahan campak, terdapat dua jenis vaksin yang umum digunakan, yaitu vaksin MR dan MMR.
Jenis-Jenis Vaksin Campak
Vaksin MR (Measles and Rubella) memberikan perlindungan terhadap campak dan rubella. Sementara itu, vaksin MMR (Measles, Mumps, and Rubella) tidak hanya mencegah campak dan rubella, tetapi juga melindungi dari gondongan. Kedua jenis vaksin ini telah terbukti efektif dalam mencegah penyakit menular yang bisa mengancam kehidupan.
Sayangnya, banyak orang masih ragu untuk divaksinasi karena pengaruh mitos seputar vaksin. Beberapa anggapan seperti vaksin menyebabkan penyakit tertentu, membuat tubuh lemah, atau bahkan menyebabkan autisme sering kali dianggap benar oleh masyarakat. Padahal, mitos tersebut tidak didukung oleh bukti ilmiah.
Mitos tentang Vaksin Campak
Mitos: Vaksin Campak Menyebabkan Campak
Faktanya, vaksin campak tidak dapat menyebabkan campak. Vaksin bekerja dengan cara "mengajarkan" sistem kekebalan tubuh untuk mengenali virus campak. Setelah vaksinasi, beberapa orang mungkin mengalami demam ringan atau ruam, namun hal ini adalah reaksi tubuh terhadap vaksin, bukan tanda infeksi campak. Reaksi ini tidak menular dan biasanya menghilang dalam waktu singkat.
Untuk mendapatkan perlindungan maksimal, dokter biasanya merekomendasikan dua dosis vaksin MMR. Satu dosis sudah efektif sebesar 93 persen, sedangkan dua dosis meningkatkan tingkat perlindungan hingga 97 persen.
Mitos: Vaksin Campak Menyebabkan Autisme
Faktanya, vaksin campak tidak menyebabkan autisme. Isu ini bermula dari sebuah penelitian kecil pada akhir tahun 1990-an yang sempat menghubungkan vaksin dengan autisme. Namun, setelah ditinjau ulang, penelitian tersebut ditemukan memiliki masalah serius dalam metode dan data. Akibatnya, peneliti yang mempublikasikan studi tersebut dicabut izin praktiknya karena pelanggaran etik.
Sejak saat itu, banyak penelitian lanjutan dilakukan di berbagai negara dengan jumlah peserta yang jauh lebih besar. Hasilnya konsisten: tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan antara vaksin, termasuk vaksin campak, dengan autisme. Dengan demikian, vaksin campak aman digunakan dan manfaatnya dalam mencegah penyakit jauh lebih besar daripada kekhawatiran yang dibangun dari mitos yang keliru.
Mitos: Lebih Baik Terkena Campak Secara Alami Daripada Divaksinasi
Faktanya, vaksin campak jauh lebih aman dibanding terkena campak. Sebagian orang mungkin berpikir bahwa mengalami campak secara alami bisa memberi kekebalan yang lebih kuat. Namun, kenyataannya justru berbeda. Infeksi campak bisa sangat berat dan dalam beberapa kasus berakhir fatal. Vaksin adalah cara terbaik untuk mencegah campak, tanpa harus mempertaruhkan nyawa atau kesehatan jangka panjang.
Komplikasi yang Bisa Terjadi Akibat Campak
Campak bisa menyebabkan berbagai komplikasi, seperti infeksi telinga, diare, pneumonia, ensefalitis, dan bahkan kematian. Kelompok yang rentan mengalami komplikasi berat adalah anak-anak di bawah 5 tahun, orang dewasa di atas 20 tahun, ibu hamil, serta orang dengan sistem imun lemah.
Komplikasi jangka panjang yang langka namun fatal adalah Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE), yang bisa terjadi bertahun-tahun setelah seseorang sembuh dari campak. Risiko SSPE lebih tinggi jika seseorang terkena campak saat usia di bawah 2 tahun.
Vaksin Masih Efektif dalam Mencegah Kematian
Meski ada klaim bahwa kematian akibat campak sudah turun jauh sebelum vaksin diperkenalkan, fakta menunjukkan bahwa vaksin campak tetap penting. Tahun 2023, diperkirakan 107.500 orang meninggal akibat campak di seluruh dunia, mayoritas anak balita yang tidak/belum lengkap imunisasinya. Sejak tahun 2000, vaksinasi campak diperkirakan mencegah lebih dari 60 juta kematian.
Di Indonesia, kematian tetap terjadi saat terjadi wabah dan cakupan vaksin rendah. Contohnya, wabah campak di Sumenep pada 2025 menunjukkan bahwa sebagian besar korban tidak pernah diimunisasi. Responsnya adalah dilakukannya ORI (Outbreak Response Immunization) dengan pengiriman vaksin MR.
Jadwal Imunisasi Anak
Jadwal vaksinasi anak menurut IDAI tahun 2024 adalah sebagai berikut: - Vaksin MR disuntikkan subkutan mulai umur 9 bulan. - Dosis kedua diberikan pada usia 15–18 bulan. - Dosis ketiga diberikan pada usia 5–7 tahun. - Jika anak belum mendapat MR pada usia 12 bulan, bisa diberikan MR/MMR, dengan interval 6 bulan untuk dosis kedua, dan dosis ketiga pada usia 5–7 tahun.
Remaja yang belum pernah divaksin sebelumnya disarankan mendapat dua dosis dengan jarak minimal 28 hari. Jika sebelumnya hanya menerima satu dosis, maka perlu ditambah satu dosis lagi agar perlindungan lebih optimal.
Posting Komentar