Tools:
Powered by AdinJava

Lajang Meningkat Gunakan AI di Aplikasi Kencan, Baik atau Buruk?

Table of Contents
Featured Image

Pemanfaatan AI dalam Kencan di Amerika Serikat Meningkat Pesat

Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam kehidupan kencan semakin meningkat di kalangan lajang di Amerika Serikat. Menurut data yang diperoleh, jumlah pengguna AI untuk mencari pasangan telah meningkat sebesar 300 persen dibandingkan tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi tidak lagi hanya menjadi alat bantu dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi juga mulai memengaruhi cara orang berinteraksi dan mencari hubungan romantis.

Studi terbaru oleh Match mengungkapkan bahwa lebih dari 26 persen lajang di AS menggunakan AI untuk meningkatkan pengalaman kencan mereka. Angka ini meningkat signifikan dari tahun sebelumnya, yaitu naik sebesar 333 persen. Survei ini melibatkan sekitar 5.000 lajang dengan usia antara 18 hingga 98 tahun, sehingga memberikan gambaran luas tentang tren penggunaan AI dalam kencan.

Penggunaan AI dalam Berbagai Aspek Kencan

Banyak lajang Gen Z yang terlibat dalam penggunaan AI dalam kehidupan kencan mereka. Hampir setengah dari generasi tersebut mengakui telah menggunakan AI baik untuk menyempurnakan profil, pesan, maupun dalam proses penyaringan kecocokan. Dari total responden, 44 persen menginginkan bantuan AI dalam menyaring calon pasangan, sedangkan 40 persen ingin AI membantu membuat profil kencan yang sempurna.

Namun, tidak semua pihak merasa nyaman dengan penggunaan AI dalam kencan. Sebagian besar lajang, yaitu 44 persen, menganggap penggunaan AI untuk mengubah foto sebagai hal yang tidak dapat diterima. Sementara itu, 36 persen menganggap penggunaan AI untuk memulai percakapan sebagai sesuatu yang tidak etis.

Pandangan Terhadap AI dalam Hubungan Romantis

Beberapa lajang menganggap AI sebagai alat bantu yang bisa membantu dalam bisnis kencan, sementara yang lain menganggapnya tidak jujur. Dr. Amanda Gesselman, psikolog di Kinsey dan direktur ilmu seks dan hubungan di Match, menyatakan bahwa AI tidak menggantikan keintiman, tetapi justru memberikan keunggulan bagi para lajang. Ia menjelaskan bahwa bagi generasi yang kewalahan dengan banyaknya pilihan, alat yang mampu memberikan kejelasan dan efisiensi sangat disambut baik.

Meski demikian, ada risiko yang perlu diperhatikan. Beberapa peneliti mengkhawatirkan ketergantungan emosional pada AI, terutama bagi anak di bawah umur. Di sisi lain, sebagian besar lajang mengakui adanya keyakinan pada takdir dalam hubungan. 73 persen lajang percaya pada cinta abadi, sementara 60 persen percaya pada cinta pada pandangan pertama, yang meningkat dari 34 persen pada tahun 2014.

Tren Cinta Modern dan Media Sosial

Media sosial seperti Instagram dan acara TV ternyata memengaruhi persepsi cinta modern. Banyak orang menganggap cinta lebih seperti cuplikan sorotan daripada pengalaman hidup nyata. Tekanan untuk menemukan pasangan yang sempurna sering kali membuat orang merasa lelah. Gesselman menyoroti pentingnya memahami bahwa cinta tidak selalu terlihat sempurna di dunia nyata.

Kepercayaan dan Persepsi terhadap AI

Survei menunjukkan bahwa 45 persen responden merasa lebih dipahami ketika berpasangan atau menjalin hubungan dengan AI. Orang yang aktif berkencan tiga kali lebih mungkin beralih ke AI untuk mencari teman daripada yang tidak aktif berkencan. Namun, 40 persen dari mereka menganggap bahwa memiliki pacar AI merupakan bentuk perselingkuhan.

Pertanyaannya adalah, apakah orang yang aktif berkencan akan menginginkan teman manusia jika AI "memahami" mereka? Pertanyaan ini mungkin akan dijawab dalam survei tahun 2026. Hingga saat ini, tren penggunaan AI dalam kencan terus berkembang, dan dampaknya terhadap hubungan manusia masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji.

Posting Komentar