Berhenti Merokok: Rahasia Nikotin yang Wajib Diketahui

Penolakan Gerbong Khusus Merokok di Kereta Jarak Jauh
PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) telah menegaskan bahwa tidak akan menambahkan gerbong khusus merokok dalam layanan kereta jarak jauh. Keputusan ini diambil untuk mematuhi aturan kesehatan dan menjaga keselamatan serta kenyamanan para penumpang. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap wacana yang sempat muncul sebelumnya, yaitu adanya rencana pengadaan gerbong khusus bagi para perokok.
Wacana tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nasim Khan. Menurutnya, keberadaan gerbong khusus merokok dapat memberi kenyamanan bagi penumpang perokok serta berpotensi meningkatkan pendapatan perusahaan. “Ini bisa menjadi solusi bagi penumpang yang bosan karena jarak tempuh perjalanan bisa mencapai berjam-jam. Di bus saja ada tempat merokoknya. Di kereta seharusnya juga bisa,” ujarnya saat menghadiri rapat bersama Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin.
Sejarah Nikotin: Dari Penggunaan Tradisional hingga Kecanduan Modern
Nikotin merupakan zat yang paling dikenal sebagai penyebab utama kecanduan rokok. Efek euforia yang cepat muncul dan hilang membuat pengguna terus mengulangi konsumsinya. Secara bertahap, otak mulai menyesuaikan diri sehingga membutuhkan dosis lebih tinggi, yang akhirnya memicu adiksi.
Secara alami, nikotin terdapat pada daun tanaman genus Nicotiana. Ada lebih dari 60 spesies yang tersebar di berbagai wilayah seperti Amerika, Australia, Afrika, dan Pasifik Selatan. Namun, Nicotiana tabacum adalah varietas utama yang paling banyak dibudidayakan sebagai bahan baku tembakau dan sumber utama nikotin.
Sejak sekitar 1400 SM, masyarakat Meksiko dan penduduk asli Amerika sudah menanam dan menggunakan tembakau untuk berbagai keperluan, termasuk sosial, upacara, dan perdagangan. Pada masa kolonial Virginia, tembakau bahkan digunakan sebagai alat tukar setara dengan mata uang.
Pada 1828, nikotin berhasil diisolasi oleh dua kimiawan Jerman, Wilhelm Heinrich Posselt dan Karl Ludwig Reimann. Penyebaran tembakau ke Eropa dimulai pada 1559, dipopulerkan oleh diplomat Prancis Jean Nicot de Villemain. Nama inilah yang menjadi dasar istilah Nicotiana dan nikotin. Saat itu, tembakau dipromosikan sebagai obat yang diyakini mampu menangkal penyakit, termasuk wabah pes.
Nikotin dan Perkembangan Masa Lalu
Tembakau mencapai puncak popularitasnya pada abad ke-20 ketika rokok diglamorisasi dan menjadi bagian dari gaya hidup modern. Namun, sorotan berbalik ketika dampak adiktif dan risiko kesehatan mulai terbukti. Nikotin bekerja sebagai stimulan sekaligus sedatif, dengan memicu pelepasan adrenalin, meningkatkan detak jantung, tekanan darah, dan pernapasan. Di otak, nikotin merangsang reseptor asetilkolin nikotinik, melepaskan dopamin serta opioid endogen, yang menciptakan sensasi menyenangkan dan memperkuat perilaku adiktif.
Karena itu, berhenti dari nikotin menjadi tantangan berat. Gejala putus nikotin mencakup rasa cemas, sulit konsentrasi, lekas marah, hingga depresi. American Heart Association bahkan menempatkan nikotin dalam konteks konsumsi tembakau setara dengan heroin dalam hal tingkat kecanduannya.
Zat Lain dalam Tembakau
Selain nikotin, tembakau juga mengandung alkaloid lain seperti myosmine, nornicotine, anabasine, dan anatabine. Beberapa di antaranya pernah digunakan sebagai insektisida dan dicurigai memiliki potensi memicu kanker. Produk sampingan nikotin seperti cotinine sering digunakan sebagai biomarker untuk mendeteksi paparan nikotin pada tubuh.
Nikotin murni pun tidak bebas risiko. Efek samping yang tercatat meliputi gangguan tidur, peningkatan tekanan darah, hingga risiko stroke. Produk nikotin buatan, seperti plester dan permen karet, juga dapat menimbulkan keluhan spesifik seperti iritasi kulit, jantung berdebar, hingga gangguan pencernaan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami dampak jangka panjang dari penggunaan nikotin dan memilih alternatif yang lebih sehat.
Posting Komentar