Kakek 73 Tahun Nikahi Muda: Profesi Saiun Terbongkar, Ini Dia Kisahnya
AdinJava - Mereka menikah meskipun ada selisih usia hingga 46 tahun, dan akhirnya profesi Kakek Sai'un terungkap.
Mereka bertemu berawal dari perkenalan yang diadakan oleh keponakan Kakek Sai'un.
Kakek Sai'un dan Bunga Fitri berasal dari Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, sebuah kisah cinta yang menunjukkan bahwa usia hanyalah angka.
Walaupun usianya tergolong tua, bukan berarti Bunga Fitri menolak untuk menikahi kakek Sai'un.
Fitri dan kakek Sai'un menikah bukan karena tekanan, melainkan karena mereka saling menyukai.
Di sebuah rumah kayu kecil di Desa Padang Tambak, Kecamatan Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, dua pasang tangan terlihat memegang erat sebuah buku nikah.
Berdasarkan pernikahan mereka, banyak netizen yang tertarik dengan Bunga Fitri dan kakek Sai'un.
Sai’un, seorang laki-laki berusia 73 tahun yang bekerja sebagai petani kopi dan kelapa sawit.
Sai'un, yang tinggal di Desa Jambu Kecamatan Taba Penanjung, berencana mengajak istrinya ke sana.
Kisah Cinta
Cerita cinta antara sepasang kekasih dengan perbedaan usia di Desa Padang Tambak, Kecamatan Karang Tinggi, Kabupaten Bengkulu Tengah.
Seorang petani berusia 73 tahun bernama Sai’un menikahi perempuan muda berusia 27 tahun, Bunga Fitri, dalam sebuah upacara yang sederhana namun penuh makna.
Perbedaan usia 46 tahun antara keduanya tidak menghalangi kisah cinta yang dimulai dari pertemuan tak terduga hingga berakhir dengan janji sehidup semati.
Desa Padang Tambak tiba-tiba menjadi topik pembicaraan netizen dan warga sekitar setelah pernikahan itu diadakan pada 2 Juli 2025.
Cerita cinta mereka dimulai dari pertemuan yang tidak terencana.
Fitri, yang dikenal memiliki keterbatasan dalam berbicara dan kondisi fisiknya, pernah menceritakan kepada sahabat dekatnya bahwa ia ingin segera memiliki pasangan hidup.
Sahabat itu, yang ternyata adalah keponakan Sai’un, kemudian menawarkan untuk memperkenalkannya kepada pamannya.
Pertemuan pertama berlangsung di rumah teman tersebut.
Sai'un mengakui secara langsung merasa nyaman bersama Fitri.
"Pertama kali ke rumah kerabat saya, kami langsung merasakan sesuatu. Dua minggu kemudian, kami yakin dia adalah jodoh Datuk," kata Sai’un sambil tersenyum.
Fitri mengakui telah menerima lamaran Sai’un bukan karena faktor materi, tetapi karena merasa cocok secara pribadi.
Ia menganggap Sai’un sebagai seseorang yang ramah, bertanggung jawab, dan menerima dirinya dengan tulus.
Setelah perkenalan singkat, keduanya sepakat untuk melangsungkan pernikahan secara sederhana di Desa Padang Tambak.
Prosesi pernikahan berjalan dengan lancar dan dihadiri oleh keluarga serta tetangga dekat.
Ditemukan di teras rumah sederhana mereka, pasangan ini terlihat duduk berdampingan sambil menggenggam buku nikah.
Rumah kayu berwarna merah yang memudar dan kebun pisang di belakangnya memberikan kesan sederhana pada kehidupan mereka.
Sai’un dikenal sebagai seorang petani kopi dan kelapa sawit di Desa Jambu.
Ia tinggal di rumah pribadinya dan telah memiliki tiga anak dari pernikahan sebelumnya, yang semuanya sudah menikah.
Namun demikian, ia mengakui memerlukan pasangan hidup pada usia tua.
"Rencana kami tinggal di rumah saya di Desa Jambu (Kecamatan Taba Penanjung). Bila saya pergi ke kebun, Fitri akan menemani. Di rumah juga demikian, saya membutuhkan pasangan hidup karena anak-anak sudah tinggal di rumah masing-masing," katanya.
Pernikahan ini memicu berbagai tanggapan dari kalangan masyarakat.
Banyak yang mengapresiasi keputusan keduanya yang dianggap tulus dan saling menerima, sementara sebagian lainnya merasa terkejut dengan perbedaan usia yang cukup besar.
Namun baik Sai’un maupun Fitri mengakui tidak peduli dengan pendapat orang.
Bagi mereka, hal yang paling utama adalah saling menjaga, saling mendampingi, serta menciptakan rumah tangga yang damai.
"Nama jodoh, tidak ada yang tahu. Jika sudah sesuai, usia bukan penghalang," tutup Sai’un.
Restu Ibu
Di tengah perhatian masyarakat terhadap pernikahan dengan selisih usia 46 tahun antara Bunga Fitri (27) dan Sai’un (73) di Desa Padang Tambak, Kecamatan Karang Tinggi, Kabupaten Bengkulu Tengah, dukungan justru datang dari orang-orang terdekat.
Rosmala Dewi, ibu kandung Fitri, menyatakan dengan tegas bahwa ia sepenuhnya mendukung pernikahan tersebut.
Ia menyangkal anggapan bahwa putrinya menikah karena tekanan atau alasan finansial, serta menyatakan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya didasarkan pada kesesuaian dan kesepakatan bersama.
Ia bahkan mengakui merasa gembira dan tulus melihat putrinya mantap dalam membangun rumah tangga.
"Aku senang, aku suka, aku bersedia dan tulus," kata Rosmala Dewi ketika diwawancarai di rumahnya.
Rosmala kembali menegaskan bahwa pernikahan tersebut tidak disebabkan oleh utang, paksaan, atau tekanan dari siapa pun. Menurutnya, keputusan itu murni berdasarkan kesesuaian antara kedua mempelai.
"Tidak ada karena utang, tidak ada karena dipaksa. Dengan nama Allah, aku bersedia," katanya dengan tegas.
Untuk Rosmala, kebahagiaan anaknya adalah hal yang paling utama.
Selama Fitri merasa aman dan memiliki pasangan yang menerima dirinya seutuhnya, keluarga akan selalu memberikan dukungan.
"Yang penting saling bahagia, tidak ada yang kecewa," tambahnya.
Posting Komentar