5 Jenis Ular yang Harus Dilestarikan, Bukan Dibasmi
AdinJava – Selama ini, ular sering dipandang sebagai hewan berbahaya yang membawa sial dan harus dibasmi begitu terlihat. Tak sedikit orang langsung membunuh ular yang masuk ke kebun, sawah, atau area pemukiman.
Padahal, anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Faktanya, banyak jenis ular yang sama sekali tidak berbahaya bagi manusia. Bahkan, beberapa di antaranya justru bermanfaat, unik, dan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan alam.
Yuk, kenali beberapa jenis ular yang sebaiknya dilestarikan, bukan dibasmi:
1. Ular Tikus
![]() |
ular tikus (commons.wikimedia.org/Tisha Mukherjee) |
Menurut A-Z Animals, istilah ular tikus atau rat snake merujuk pada kelompok ular pembelit dari famili Colubridae. Sesuai namanya, ular ini gemar memangsa tikus sehingga sangat membantu mengendalikan hama sekaligus mencegah penyebaran penyakit berbahaya.
Ular tikus tidak berbisa dan tersebar luas di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Beberapa spesies lokal yang dikenal adalah Ptyas korros, Ptyas mucosa, Gonyosoma oxycephalum, dan Coelognathus radiata.
Dengan ukuran tubuh 1,5 – 3 meter dan habitat mulai dari hutan, sawah, hingga pemukiman, ular tikus bisa menjadi sahabat petani dalam menjaga kebun mereka.
2. Ular Pucuk
![]() |
ular pucuk (commons.wikimedia.org/Chinmayisk) |
Ular pucuk berasal dari genus Ahaetulla. Hidup di pepohonan (arboreal), ular ramping berwarna hijau ini memiliki kepala runcing dan panjang tubuh hingga 2 meter.
Meski memiliki bisa lemah, ular pucuk tidak berbahaya bagi manusia. Justru ia membantu petani dengan memangsa burung pemakan padi dan bajing yang sering merusak tanaman.
Sering disalahartikan sebagai ular viper pohon yang berbahaya, ular pucuk sebenarnya bisa dibedakan: viper punya kepala segitiga dan ekor merah, sementara ular pucuk tidak.
3. Ular Sanca
![]() |
ular sanca (commons.wikimedia.org/DomiMacMan) |
Dikenal sebagai salah satu ular terbesar di dunia, ular sanca berasal dari famili Pythonidae. Dengan panjang 3 hingga 10 meter, ular sanca tersebar di Asia, Afrika, hingga Australia.
Meski gigitannya menyakitkan, ular sanca tidak berbisa. Di alam liar, ia berperan sebagai predator puncak yang membantu menyeimbangkan ekosistem. Hewan seperti tikus, babi hutan, burung, bahkan biawak bisa menjadi makanannya.
Tak heran bila beberapa spesies sanca populer sebagai hewan peliharaan. Keberadaannya jelas penting untuk dikonservasi.
4. Ular Kucing
![]() |
ular kucing (commons.wikimedia.org/Fajar Kaprawi) |
Dari genus Boiga, ular kucing mendapat namanya karena pupil matanya vertikal menyerupai mata kucing. Kemampuan ini memudahkannya berburu di malam hari, sebab ular kucing termasuk hewan nokturnal.
Makanan favoritnya adalah burung pemakan biji-bijian, sehingga membantu petani menjaga hasil panen. Meski memiliki bisa tingkat sedang, ular kucing tidak mematikan bagi manusia—efeknya hanya berupa bengkak atau demam ringan.
Dengan ciri semi-arboreal, ular ini sering ditemukan di pepohonan dan punya peran penting dalam mengendalikan populasi burung hama.
5. Ular Endemik
![]() |
ular endemik (commons.wikimedia.org/Pavel Kirillov) |
Ular endemik adalah ular yang hanya ditemukan di wilayah tertentu. Keberadaannya sangat penting bagi ekosistem karena menjaga rantai makanan, menjadi indikator kesehatan lingkungan, sekaligus melindungi keanekaragaman hayati.
Sayangnya, banyak ular endemik Indonesia yang kini berstatus terancam punah. Karena itu, mereka perlu dilestarikan agar tidak hilang dari alam kita.
Kesimpulan
Ular bukan sekadar reptil berbahaya yang menakutkan manusia. Sebaliknya, banyak spesies ular berperan penting dalam menjaga keseimbangan alam, melindungi pertanian, dan mengendalikan hama.
Mulai sekarang, jangan buru-buru membunuh ular yang kamu temui. Sebisa mungkin, biarkan mereka hidup berdampingan dengan kita—karena tanpa ular, ekosistem bisa kacau.
Posting Komentar