Upaya Bali Menuju Net Zero 2045

AdinJava, Jakarta- Lebih ketat dari target nasional, Pemerintah Provinsi Bali menetapkan targetNet Zero Emission (NZE) pada 2045. Proses peralihannya tidak dilakukan secara mendadak, tetapi mengikuti roadmap yang telah disusun oleh Pemprov Bali bersamaInstitut untuk Perubahan Layanan Esensial (IESR).
Sebelumnya, pada 4 Agustus 2023, Pemerintah Provinsi Bali bekerja sama dengan IESR mengumumkan niat Bali untuk bergerak menuju NZE atauBali Emisi Nol Bersih pada tahun 2045. Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 mengenai Bali Energi Bersih, IESR menyusun Peta Jalan Ketenagalistrikan Bali NZE 2045, yang menjelaskan peralihan sistem kelistrikan ke 100 persen energi terbarukan dalam jangka pendek (2025–2035) dan jangka panjang (2036–2045).
Sekaligus mengatasi tantangan seperti meningkatnya permintaan listrik yang melebihi rata-rata nasional akibat pesatnya perkembangan sektor pariwisata dan semakin aktifnya kegiatan ekonomi masyarakat Bali. Tingginya permintaan akan listrik di Bali yang belum mampu memenuhi kebutuhan sendiri, menyebabkanblackout yang terjadi pada bulan Mei lalu cukup memengaruhi kegiatan berbagai sektor di pulau yang menjadi destinasi pariwisata global ini.
Kondisi ini disebutkan oleh Wayan Koster, Gubernur Bali yang diwakili oleh Ida Bagus Setiawan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam sebuah acara.Peluncuran Dokumen Peta Jalan Ketenagalistrikan Bali Menuju Emisi Nol 2045,di Sanur, Bali, Selasa, 15 Juli 2025.
Ia menyampaikan bahwa Bali didukung oleh pembangkit listrik dengan kapasitas sekitar 1.500 MW yang mampu menghasilkan daya sekitar 1.400 MW, dengan beban puncak tertinggi mencapai sekitar 1.200 MW. Sementara itu, pertumbuhan kebutuhan listrik di Bali yang mencapai 7-8 persen, menurutnya, membuat Bali rentan menghadapi krisis listrik karena cadangan yang tersedia kurang dari 30 persen, terlebih jika terjadi perbaikan pada pembangkit atau kendala dalam operasional.
Maka, dalam upaya mewujudkan kemandirian energi, Pemprov Bali melakukan penambahan beberapa pembangkit yang menggunakan bahan bakar gas, serta alokasi penambahan PLTS. "Dengan penambahan pembangkit tersebut, ketersediaan listrik akan tetap terjaga dengan baik, mulai dari hulu hingga hilir, dan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil dilakukan melalui pemanfaatan energi bersih atau energi terbarukan," ujar Setiawan.
Pilihan membangun PLTG dalam rangka menuju Bali Emisi Nol Bersih menjadi pertanyaan, bagaimana target tersebut justru dapat berjalan bersama dengan pembangunan pembangkit yang menggunakan energi fosil baru?
Mengatasi pertanyaan ini, Ketua CORE,Pusat Energi Terbarukan Berbasis Masyarakat,Universitas Udayana, Ida Ayu Dwi Giriantari menyatakan bahwa ini adalah rencana jangka pendek yang akan diganti pada tahap akhir transisi 100 persen energi terbarukan. "Itu sebenarnya merupakan rencana jangka pendek, mengapa menggunakan PLTG, itu masih berbahan bakar fosil, kita mengakui bahwa itu masih fosil tetapi lebih bersih. Jadi kita sedang melakukan transisi, tidak mungkin langsung berubah, sementara kebutuhan kita sangat tinggi di Bali," ujarnya pada Selasa, 15 Juli 2025.
Pada kesempatan yang sama, Fabby Tumiwa selaku Direktur Utama IESR, menyatakan keyakinannya bahwa target nol emisi di Pulau Dewata bisa tercapai. "Kita mampu berubah mulai saat ini hingga lima tahun mendatang dan terus berlanjut sampai 2045 jika ada komitmen, konsistensi dalam kebijakan, kemauan serta keberanian untuk melaksanakan apa yang telah kita tetapkan dan rencanakan," ujarnya.
Energi Terbarukan yang Berpotensi di Bali
Bali memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, menurut Fabby, potensi ini menjadi dasar yang memadai untuk meyakini bahwa Bali Net Zero Emission 2045 benar-benar mungkin tercapai.
"Ada potensi angin di beberapa lokasi seperti pesisir Bali utara dan timur, Pulau Nusa Penida, serta juga potensi bioenergi dari limbah pertanian dan bahan organik, Bali memiliki seluruh sumber daya yang dibutuhkan untuk mengembangkan sumber energi bersih yang berbasis pada sumber energi lokal dan berkelanjutan," ujar Fabby.
Berdasarkan analisis IESR, Bali memiliki potensi energi terbarukan sebesar 22.04 GW, dengan tiga sumber utama yaitu energi matahari (21 GW), angin (515 MW), dan panas bumi (127 MW), serta potensi pembangkit listrik tenaga sampah sebesar 59 MW dan pembangkit energi biomassa yang dihitung dari limbah pertanian dan perkebunan sebesar 90 MW. Jika potensi tersebut dimanfaatkan secara optimal, Bali dapat memenuhi kebutuhan listriknya yang diperkirakan mencapai 44,71 TWh pada tahun 2045 dengan 100 persen berasal dari energi terbarukan.
Tahapan Menuju Bali 100 Persen Energi Terbarukan
Pada acara peluncuran laporan ini, Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, IESR , Alvin Putra Sisdwinugraha, menyampaikan bahwa Bali bisa mencapai 100 persen energi terbarukan pada 2045 dengan melewati empat tahapan periode transisi.
Menurutnya, pada tahap 2025-2029, penerapan energi terbarukan sebesar 1,5 GW yang meliputi energi matahari, biomassa, mini hidro, sampah, dan angin berpotensi mengurangi emisi hingga 2,8 juta ton karbon dioksida setara. Kebutuhan dana investasi selama periode ini mencapai 5,8 miliar dolar AS.
Di periode 2030-2034, "tidak secepat tahap pertama, dengan penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan hingga tahun 2034 diperlukan tambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 1,4 GW dan penyimpanan energi sebanyak 400 MWh, dengan perkiraan investasi sekitar 1,6 miliar dolar AS," ujar Alvin.
Berikut adalah beberapa variasi dari teks tersebut: 1. Pada tahap 2035-2039, kebutuhan penambahan energi terbarukan keseluruhan diperkirakan mencapai 1,24 GW, memerlukan investasi sebesar 1,76 hingga 4,76 miliar dolar AS, dan berpotensi mengurangi emisi hingga 9 juta ton karbon dioksida setara. 2. Dalam fase 2035-2039, jumlah energi terbarukan yang diperlukan secara keseluruhan bisa mencapai 1,24 GW, dengan kebutuhan investasi berkisar antara 1,76 sampai 4,76 miliar dolar AS, serta berpotensi menurunkan emisi sebesar 9 juta ton karbon dioksida setara. 3. Pada periode 2035-2039, kebutuhan tambahan energi terbarukan total diperkirakan mencapai 1,24 GW, yang membutuhkan dana investasi sebesar 1,76 hingga 4,76 miliar dolar AS dan dapat mengurangi emisi hingga 9 juta ton karbon dioksida setara. 4. Dalam fase 2035-2039, kebutuhan penambahan energi terbarukan keseluruhan diperkirakan mencapai 1,24 GW, memerlukan investasi senilai 1,76 hingga 4,76 miliar dolar AS, dan berpotensi mengurangi emisi sebanyak 9 juta ton karbon dioksida setara. 5. Selama tahap 2035-2039, kebutuhan penambahan energi terbarukan total diperkirakan mencapai 1,24 GW, membutuhkan investasi sebesar 1,76 hingga 4,76 miliar dolar AS, serta berpotensi mengurangi emisi hingga 9 juta ton karbon dioksida setara.
Fase akhir merupakan tahap yang paling penting, dengan penambahan kapasitas energi terbarukan selama masa ini mencapai 13 hingga 17,2 GW, didukung oleh penambahan teknologi penyimpanan energi sebesar 33,36 hingga 53,84 GWh. Perkiraan kebutuhan investasi selama periode 2040 hingga 2045 mencapai 26,72 hingga 34,9 miliar dolar AS.
Posting Komentar