Tidak Hanya Coding, Mahasiswa UBSI Diajarkan Melindungi Dunia Digital dari Serangan 'Cyborg'

AdinJava, KARAWANG -- Jika kalian mengira kuliah jurusan Teknologi Informasi hanya tentang membuat program yang berjalan tanpa error, mohon kalian hadir di acara IT Bootcamp.
Pengembangan Perangkat Lunak untuk Industri yang diselenggarakan oleh Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) Kampus Karawang, pada hari Rabu-Kamis, 2-3 Juli 2025 lalu.
Di sana, mahasiswa dari Program Studi (Prodi) Sistem Informasi tidak hanya diajarkan membuat aplikasi, tetapi juga diberikan pemahaman bahwa membuat aplikasi mirip dengan membangun rumah, yaitu harus kokoh, nyaman, dan yang paling penting tidak mudah diretas oleh peretas.
Kegiatan bootcamp selama dua hari diikuti oleh mahasiswa UBSI dari berbagai kampus, yaitu UBSI Kampus Karawang, UBSI Kampus Bogor, dan UBSI Kampus Sukabumi.
Sebuah pertemuan tiga orang yang tidak membicarakan perasaan atau skripsi, tetapi membahas isu keamanan digital, cara membuat aplikasi yang ramah pengguna, serta kepentingannyapublic speakingsupaya tidak hanya mahir dalam pemrograman tetapi juga mahir berbicara.
Salah satu hal yang membuat acara ini semakin bernilai adalah kehadiran Panji Yudha Prakasa sebagai Sandiman Ahli Madya dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Bayangkan, dari lembaga negara yang bertanggung jawab menjaga kerahasiaan data republik, langsung memberikan materi kepada mahasiswa. Kapan lagi?
Panji tidak hanya membahas teori. Ia mengungkap kenyataan pahit dunia digital: semakin canggih aplikasimu, semakin besar risiko seseorang ingin merusaknya.
"Keamanan siber bukanlah pilihan, melainkan keharusan," ujar Panji dalam materinya. Tidak bisa dinegosiasikan seperti harga di pasar. Sekali lengah, data bisa bocor, dan bisa saja kamu tidak hanya menghadapi masalah teknis, tetapi juga terlibat dalam kasus yang lebih serius.
Setelah menghadapi ketegangan akibat ancaman dunia siber, para mahasiswa diajak untuk memikirkan tentang kenyamanan penggunaan dan pengujian.
Bahasa yang digunakan mungkin terdengar asing bagi pemula, tetapi intinya adalah hindari membuat aplikasi yang membingungkan seperti menu restoran tanpa harga. Harus ramah pengguna, mudah dipahami, dan tentu saja berjalan sesuai rencana.
Dosen-dosen UBSI juga turut berperan dalam mengajar topik seperti Usability Testing, Blackbox Testing, teknik presentasi, serta desain yang ramah pengguna. Intinya, membuat aplikasi tidak cukup hanya berfungsi, tetapi juga harus mudah digunakan dan disukai oleh pengguna.
Nah, yang paling menarik dan membuat acara ini berbeda dari seminar biasanya adalah sesi presentasi proyek oleh mahasiswa. Setiap universitas memperkenalkan karya mereka yang merupakan hasil kerja kerasnya, mulai dari aplikasi pengelolaan data sekolah, sistem keuangan usaha kecil menengah, hingga aplikasi kesehatan berbasis mobile.
Tentu, ini bukan pertandingan untuk merebut juara pertama. Namun, momen yang digunakan untuk tampil dan mendapatkan umpan balik. Di depan dosen, mahasiswa mempresentasikan proyek mereka seperti startup yang mempresentasikan ide kepada investor.
Dulu mereka hanya menulis kode di kamarnya menggunakan hoodie, kini mereka berdiri di depan layar, menjelaskan gagasan dan solusi yang mereka ciptakan untuk dunia nyata. Luar biasa.
Dewi Ayu Nur Wulandari, Ketua Program Studi Sistem Informasi UBSI Kampus Bogor, tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya.
"Program bootcamp ini tidak hanya tentang meningkatkan keterampilan teknis, tetapi juga pola pikir. Mahasiswa kami diajak untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan menyampaikan solusi mereka dengan percaya diri," katanya dalam pernyataan resmi, Selasa (15/7/2025).
Dan memang benar. Dalam dunia kerja nanti, yang mampu bertahan bukanlah yang paling mahir dalam pemrograman, tetapi yang mampu menyampaikan ide dengan baik, bekerja sama dalam tim, dan tetap fleksibel meskipun teknologi terus berubah setiap saat.
UBSI sebagai kampus kreatif berbasis digital melalui program IT Bootcamp ini seolah menyampaikan: "Kami tidak menghasilkan programmer biasa, kami menghasilkan..."problem solver.”
Mahasiswa diharapkan tidak hanya menguasai cara membuat aplikasi, tetapi juga memahami bagaimana membuat aplikasi tersebut benar-benar bermanfaat dan aman bagi masyarakat. Karena masa depan teknologi Indonesia tidak hanya membutuhkan ahli teknologi, tetapi juga orang-orang yang memiliki empati.
Jadi, bagi kalian yang masih berpikir bahwa kuliah Teknik Informatika hanya duduk mengetik kode hingga pagi tanpa mandi, mulai sekarang persiapkan diri menghadapi kenyataan, kalian juga harus belajar menjadi komunikator, desainer, dan pengelola data. Karena di era digital ini, sistem bisa diperbarui, tetapi kepercayaan tidak bisa diubah. rollback.
Posting Komentar