Studi: Makanan Proses Tinggi Ancam Kesehatan Anak dan Remaja
Konsumsi makanan yang telah diproses secara intensif (ultra-processed food/UPF) sejak awal kehidupan dapat menghambat perkembangan kognitif dan meningkatkan risiko masalah kesehatan mental jangka panjang, termasuk gangguan neurodevelopmental sepertiattention deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan autism spectrum disorder (ASD), menurut sebuah studi.
Tinjauan tersebut juga menggambarkan penggunaan berlebihan yang bisa memicu ketergantungan dan gangguan dopamin. Meskipun tidak secara langsung menyebutnya sebagai perilaku makan yang mirip kecanduan, temuan penelitian ini menunjukkan pentingnya segera mengembangkan strategi kesehatan masyarakat yang fokus pada nutrisi ibu dan anak.
UPF: Mudah digunakan, murah, tetapi kurang gizi dan berbahaya bagi kesehatan
UPF adalah makanan yang kaya akan kalori, mengandung lemak jahat, garam, dan gula dalam jumlah tinggi. UPF kini telah menjadi bagian dari pola makan modern dan semakin dikaitkan dengan masalah kesehatan mental, penyakit metabolisme, serta kegemukan.
Meskipun dampaknya terhadap orang dewasa telah banyak diteliti, pengaruh UPF terhadap perkembangan otak selama masa yang rentan seperti masa kanak-kanak dini, remaja, dan kehamilan masih belum sepenuhnya dipahami.
Perkembangan dan penyebaran makanan praktis dimulai pada pertengahan abad ke-20, dengan produk seperti makanan beku dan pengenalanmicrowave yang meningkatkan popularitasnya.
Pada dekade 1980-an, kekhawatiran mengenai dampak kesehatan mulai meningkat. Selanjutnya, pada tahun 2009, sistem klasifikasi NOVA (dikembangkan untuk mengelompokkan makanan berdasarkan tingkat dan tujuan pengolahan bahan pangan) secara resmi mendefinisikan UPF, membedakannya dari makanan yang diolah sedikit dan kelompok makanan alami.
UPF diolah dengan cara yang membuatnya enak, murah, dan tahan lama. Namun, UPF memiliki kandungan gizi yang rendah dan sering mengandung bahan tambahan serta zat berbahaya hasil dari proses pengolahan dan penyimpanan.
Dampak perlindungan UV pada berat badan, penyakit kronis, dan perkembangan otak anak
Penelitian skala besar secara konsisten menunjukkan hubungan yang kuat antara UPF dengan peningkatan berat badan dan obesitas di berbagai kelompok usia. Pola makan yang tinggi UPF juga meningkatkan risiko berbagai penyakit, seperti beberapa jenis kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes tipe 2, sindrom metabolik, kadar kolesterol tinggi, serta tekanan darah tinggi.
Pada wanita yang sedang hamil, konsumsi makanan olahan tinggi (UPF) dikaitkan dengan risiko preeklamsia, diabetes gestasional, serta kondisi kehamilan yang tidak optimal, seperti bayi lahir dengan kelainan jantung bawaan atau lahir sebelum waktunya.
Selain itu, UPF sering kali menggantikan makanan yang kaya akan nutrisi, sehingga menyebabkan kekurangan zat gizi mikro (seperti besi atau seng) yang sangat penting selama masa pertumbuhan cepat dan perkembangan saraf janin. Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi UPF berlebihan dikaitkan dengan risiko hiperaktivitas, kesulitan berkonsentrasi, depresi, dan kecemasan, yang dampaknya bisa bersifat kumulatif dan bertahan seumur hidup.
Sebuah laporan penelitian menyatakan bahwa kekurangan nutrisi tertentu akibat makanan olahan, seperti besi dan seng, dapat mengganggu perkembangan saraf serta kemampuan kognitif anak. Penelitian pada hewan juga menemukan bahwa konsumsi lemak trans selama masa kehamilan bisa memicu peradangan di hipokampus (bagian otak yang berperan dalam memori) dan berdampak pada penurunan kemampuan ingat anak.
Dampak UPF terhadap fungsi otak dan pola makanan Kesan UPF terhadap perkembangan otak dan kebiasaan konsumsi makanan Pengaruh tingkat UPF terhadap kesehatan otak dan kebiasaan makan Dampak konsumsi UPF terhadap otak dan kebiasaan mengonsumsi makanan Pengaruh UPF terhadap fungsi otak dan kebiasaan makan seseorang
UPF sering dipilih karena keterbatasan waktu,skillmemasak, atau anggaran. Keluarga dengan pendapatan rendah, orang tua tunggal, atau rumah tangga yang memiliki dua orang tua bekerja sering mempercayakan makanan praktis ini. Program makan di sekolah juga sering memperkuat kebiasaan ini.
Gaya hidup modern yang meliputi urbanisasi, kebiasaan makan camilan, sering menghabiskan waktu makan di luar, kurang tidur, serta iklan yang agresif menyebabkan peningkatan paparan UPF. Remaja merupakan kelompok yang paling sering mengonsumsinya, meskipun kebiasaan ini umumnya berkurang seiring bertambahnya usia. Namun, faktor budaya juga turut memengaruhi hal ini. Di Jepang, program makan siang sekolah yang menekankan gizi telah terbukti efektif dalam mengurangi ketergantungan terhadap UPF.
Kebiasaan makan dipengaruhi oleh sistem homeostatik (kebutuhan energi) dan hedonik (rasa senang). Jalur dopamin di otak (yang berawal dari area ventral tegmental menuju striatum dan korteks prefrontal) memicu respons kesenangan yang kuat saat mengonsumsi makanan yang diproses tinggi (UPF), sering kali mengabaikan sinyal kenyang alami. Paparan berulang terhadap UPF dapat membuat jalur kesenangan ini terlalu peka, sehingga kebiasaan makan berlebihan semakin sulit dikendalikan. Beberapa ilmuwan menyebut fenomena ini sebagai "reward dysfunctionatau kebiasaan makan berlebihan yang sulit dikendalikan, mirip dengan ketergantungan.
Bagian otak seperti hipotalamus, amigdala, hipokampus, serta korteks insular memainkan peran penting dalam menggabungkan sinyal metabolisme, ingatan, dan emosi untuk menentukan keputusan makan. Jika jalur saraf ini terganggu, maka risiko mengalami masalah seperti ADHD, autisme, dan kebiasaan makan berlebihan akan meningkat.
Trimester ketiga kehamilan dan masa kanak-kanak awal merupakan periode yang sangat kritis — kekurangan nutrisi pada tahap ini dapat mengubah secara permanen proses pembentukan sinaps dan mielinisasi. Masa remaja juga merupakan fase rentan kedua: area otak seperti korteks prefrontal dan sistem dopamin mesolimbik masih dalam perkembangan, sehingga remaja lebih rentan terhadap makanan yang menyenangkan dan stres emosional. Paparan UPF berulang selama periode ini dapat memperkuat jalur kesenangan di otak serta melemahkan kemampuan untuk menahan diri.
Lingkungan yang berpotensi menyebabkan obesitas (ketersediaan pakaian pelindung UV, iklan besar-besaran, danscreen time berlebih) menciptakan preferensi rasa terhadap makanan yang manis, asin, dan kaya kalori. Konsumsi UPF sejak usia dini dapat memicu peradangan kronis, obesitas yang bertahan lama, gangguan metabolisme, hingga risiko gangguan psikologis saat dewasa. Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa masalah pola makan sepertiavoidant/restrictive food intake disorder (ARFID) bisa dipengaruhi oleh sifat sensorik UPF, meskipun hubungan kausal langsungnya belum jelas. Oleh karena itu, membatasi konsumsi UPF pada ibu hamil, anak-anak, dan remaja sangat penting untuk memutus siklus penyakit yang disebabkan oleh pola makan buruk yang berlangsung dari generasi ke generasi.
Konsumsi UPF berlebihan selama masa kehamilan dapat memengaruhi perkembangan otak janin, khususnya pada periode kritis antara minggu ke-24 hingga ke-42. Proses penting seperti pembentukan sinaps, mielinisasi, serta jalur sinyal neurotransmiter mungkin terganggu karena adanya peradangan, stres oksidatif, perubahan epigenetik, dan gangguan pada mikrobioma usus.
Kekurangan nutrisi seperti asam lemak rantai panjang, seng, besi, dan protein akibat pola makan yang kaya UPF dapat memengaruhi pengendalian emosi, ingatan, serta kemampuan berpikir pada anak. Dampaknya bisa bertahan lama dan meningkatkan risiko gangguan perkembangan seperti ADHD dan autisme. Beberapa bahan dalam UPF, seperti nanopartikel (misalnya titanium dioksida) dan aditif tertentu, mungkin mampu melewati penghalang darah otak dan berpotensi mengganggu ingatan serta proses belajar. Paparan bisfenol juga dapat mengganggu jalur dopamin dan serotonin di otak yang sedang berkembang.
Tinjauan ini juga menekankan peran pentingnya hubungan antara usus dan otak, di mana perubahan komposisi mikrobioma akibat UPF dapat mengurangi produksi neurotransmiter krusial seperti serotonin danbrain-derived neurotrophic factor(BDNF) yang memiliki peran signifikan dalam pertumbuhan kognitif dan pengendalian emosi.
Apa saja yang termasuk dalam UPF?
Mengerti bagaimana suatu makanan diproses hingga menjadi UPF dapat membantu kamu lebih waspada dan berupaya mengurangi pengonsumsiannya. Cara sederhananya adalah dengan memeriksa label kemasan secara seksama agar dapat memilih produk dengan bahan tambahan sebanyak mungkin.
Beberapa jenis makanan yang termasuk dalam kategori UPF, antara lain:
Minuman bersoda.
Keripik kentang aneka rasa.
Ayam beku siap digoreng.
Sosis siap saji dan hot dog.
Makanan instan dengan bumbu rasa.
Roti putih komersial yang tahan lama.
Permen karet atau permen es krim berbagai rasa.
Minuman energi.
Kopi susu dalam kemasan siap minum.
Minuman teh dalam kemasan yang manis dengan tambahan rasa.
Kue kering dengan isi krim dan lapisan wafer berbagai rasa.
Donat yang telah dibekukan dan siap di panggang atau digoreng.
Makanan cepat saji beku.
Yogurt yang manis diberi topping dengan berbagai warna.
Paparan berulang terhadap UPF, mulai dari masa janin hingga dewasa, dikaitkan dengan berbagai dampak neurokognitif, mulai dari gangguan fungsi otak hingga meningkatnya risiko demensia pada usia tua.
Beberapa proses yang menjadi dasar dari dampak ini meliputi perubahan fungsi dopamin, gangguan hubungan antara usus dan otak, serta perubahan jaringan saraf akibat peradangan. Karena efeknya dapat muncul sejak dini dan berkembang terus-menerus, tindakan pencegahan sejak masa kehamilan dan masa kanak-kanak sangat penting untuk mengurangi risiko tersebut.
Peran para pengambil kebijakan sangat penting, mulai dari membatasi ketersediaan UPF, meningkatkan keterbacaan label kemasan, hingga mendorong industri untuk menyempurnakan komposisi produknya. Para ahli kesehatan juga harus terus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pemilihan pola makan yang sehat dan makanan segar dengan proses minimal, guna mendukung perkembangan otak serta menjaga kesehatan kognitif dalam jangka panjang.
Penelitian: 4 Jenis Makanan yang Sudah Diproses Sangat Tinggi Berkaitan dengan Kematian Dini Bagaimana Makanan yang Sudah Diproses Secara Ekstrem Mempengaruhi Kesehatan Otak?Referensi
Gaia Mottis, Pratheba Kandasamey, dan Daria Peleg-Raibstein, “Dampak Makanan Olahan Berat terhadap Perkembangan Otak Selama Tahap Kehamilan, Remaja, dan Dewasa,”Frontiers in Public Health 13 (June 23, 2025), https://doi.org/10.3389/fpubh.2025.1590083.
Posting Komentar