Tools:
Powered by AdinJava

Solidaritas yang Salah: Ekonomi RI Terancam Risiko

Table of Contents
Solidaritas yang Salah: Ekonomi RI Terancam Risiko

AdinJava, BANDUNG- Dengan masih berlangsungnya agresi militer Israel terhadap Gaza, aksi pemboikotan terhadap beberapa merek global terus menyebar di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Di ruang digital, daftar produk yang diduga terkait dengan Israel beredar luas, sering kali tanpa data atau sumber yang dapat dipercaya.

Ahli ekonomi dan tokoh agama juga menegaskan perlunya bersikap bijaksana serta hati-hati dalam menghadapi ajakan boikot agar semangat persatuan tidak berubah menjadi tindakan yang tidak efektif.

Ekonom dari Universitas Airlangga, Gigih Prihantono, mengungkapkan bahwa tindakan boikot yang tidak didasarkan pada data yang akurat dapat memiliki dampak besar terhadap perekonomian nasional, mulai dari penurunan pendapatan pelaku usaha, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga merosotnya citra investasi.

Ia menggolongkan peristiwa ini sebagai kampanye hitam (black campaign) yang tidak hanya menargetkan entitas usaha yang benar-benar tidak terlibat langsung dalam konflik Palestina-Israel, tetapi dampaknya tidak hanya berupa perusahaan, tetapi juga perekonomian nasional.

"Benar bisa berdampak pada ketenagakerjaan karena yang merugi justru kita sendiri jika kampanye hitam ini terus berkembang," katanya kepada media.

Salah satu sumber yang dapat dipercaya sebagai pedoman masyarakat adalah laporan resmi Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) yang diterbitkan pada akhir Juni 2025.

Laporan berjudul From Economy of Occupation to Economy of Genocide tersebut mengungkap peran beberapa perusahaan yang secara langsung dan signifikan berkontribusi pada pendukung pelanggaran HAM berat di Palestina.

Berdasarkan laporan tersebut, bentuk partisipasi sektor swasta meliputi bantuan teknologi, logistik, pendanaan, dan investasi yang memperkuat sistem apartheid, pendudukan ilegal Israel, hingga pembunuhan massal.

Namun, menariknya, meskipun banyak perusahaan yang disebutkan, tidak semua bidang usaha tercantum dalam daftar tersebut.

Beberapa merek di bidang makanan dan minuman yang selama ini sering menjadi target utama pemboikotan di Indonesia seperti Starbucks, KFC, dan McDonald’s justru tidak disebutkan dalam laporan tersebut.

Fakta ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara pandangan masyarakat dan data yang objektif, yang akhirnya menghasilkan gerakan boikot yang rentan salah arah.

Pandangan Ulama: Tidak Ada Dasar Hukum yang Kuat

Kesalahan dalam menentukan sasaran dari gerakan boikot juga mendapat perhatian dari para ulama pesantren. Forum Bahtsul Masa’il yang merupakan tradisi musyawarah para ulama Nahdlatul Ulama (NU) secara khusus mengupas isu ini dalam pertemuan yang diadakan beberapa waktu lalu di Pondok Buntet Pesantren, Cirebon.

Ruang diskusi ini menyediakan saran dan keputusan hukum mengenai isu-isu yang muncul di tengah masyarakat.

Para ulama dan santri dari berbagai pondok pesantren di Jawa serta Madura meninjau gerakan pemboikotan terhadap McDonald’s Indonesia, dan menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara perusahaan tersebut dengan pihak yang terlibat dalam tindakan kejahatan kemanusiaan di Palestina.

"Dalam ilmu fiqih muamalah, hukum dasar aktivitas perdagangan adalah diperbolehkan. Oleh karena itu, tindakan boikot harus memenuhi dua syarat, yaitu adanya hubungan yang jelas dan tidak menyebabkan kerugian besar bagi umat," kata K.H. Aris Ni'matullah, Musoheh (pengesah) Bahtsul Masail se-Jawa dan Madura Pondok Pesantren Buntet.

Rapat tersebut menyatakan bahwa pemboikotan terhadap McDonald’s Indonesia tidak didasari oleh dasar syariat yang cukup.

Selain itu, para ulama dalam forum tersebut juga menyarankan pemerintah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat serta memperbaiki informasi yang beredar secara luas dan sering kali tidak benar.

"Boikot terhadap produk tertentu berkaitan dengan isu yang bersifat umum. Oleh karena itu, kebijakan semacam ini seharusnya menjadi kewenangan pemerintah," tegas Kyai Imat.

Risiko Sosial dan Ekonomi yang Nyata

Dampak ekonomi dari tindakan pemboikotan yang belum diverifikasi mulai terlihat.

Data Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menunjukkan bahwa hingga bulan Maret 2025, tercatat sebanyak 73.992 kasus pemutusan hubungan kerja di berbagai bidang di Indonesia.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 hanya berkisar antara 4,8 persen hingga 5,0 persen, jauh di bawah target sebesar 5,2 persen.

Maknanya, tahun ini akan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi yang cukup besar.

Berdasarkan pendapat Ekonom Universitas Airlangga, Gigih Prihantono, selama aksi boikot berlangsung dengan skala yang terbatas, pengaruhnya belum terlihat jelas.

Namun, tindakan ini dapat menimbulkan dampak yang sangat serius jika terus berkembang dan menargetkan pihak-pihak yang sebenarnya tidak terlibat langsung dalam konflik Palestina-Israel.

Ketekunan memicu pemerintah untuk melakukan intervensi demi memperbaiki informasi dan menyampaikan pendidikan yang netral.

"Pemerintah perlu turun tangan. Harus dipisahkan juga antara konflik Israel-Palestina ini dengan perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki keterkaitan nyata," katanya.

Gigih membandingkan kejadian boikot saat ini dengan gerakan 'cinta rupiah' yang pernah muncul di tengah krisis moneter.

Menurutnya, partisipasi aktif pemerintah sangat diperlukan dalam menjaga kestabilan ekonomi dan sosial negara, menghindari penyimpangan dalam solidaritas, serta memastikan pergerakan masyarakat tetap berujung pada hasil yang positif.

Selanjutnya, dukungan terhadap Palestina merupakan sikap yang mulia.

Namun, dalam pelaksanaannya, masyarakat harus memprioritaskan kehati-hatian, pemeriksaan, serta pertimbangan keuntungan yang lebih menyeluruh.

Sikap yang kritis, bijaksana, dan berdasarkan data tidak hanya akan memperkuat posisi moral Indonesia di dunia internasional, tetapi juga mencegah gerakan ini dimanipulasi oleh kepentingan tertentu yang justru merugikan pihak-pihak yang tidak bersalah di dalam negeri.

Posting Komentar