Setelah Pasar, Pajak Media Sosial Jadi Target Baru Pemerintah

AdinJava, Jakarta - Pemerintah resmi menunjuk e-commerce atau lokapasar sebagai pemungut PajakPajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap penjual online (online). Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang mulai berlaku pada Senin, 14 Juli 2025.
Menteri memberikan wewenang berupa delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk pihak lain sebagai pengumpul pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) serta menentukan batasan nilai transaksi dan/atau jumlahtrafficatau pengguna melebihi jumlah tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3),” demikian isi Pasal 4 PMK Nomor 37 Tahun 2025.
Selain e-commerce atau marketplace, pemerintah juga diketahui memberikan kesempatan pengumpulan pajak melaluimedia sosialuntuk mencapai target penerimaan negara pada tahun 2026. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pertama, penjelajahan potensi pajak melaluidata analytic maupun media sosial," ujar Anggito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 14 Juli 2025. Namun, ia tidak menjelaskan bagaimana mekanisme pengembangan potensi penerapan pajak tersebut.
Selain itu, Kementerian Keuanganjuga berencana menyarankan penerapan pajak pada produk makanan olahan yang mengandung natrium, memperkuat peraturan perpajakan dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta meningkatkan mekanisme bisnis untuk kegiatan ekspor dan impor logistik.
Pemerintah menetapkan target rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 11,71 hingga 12,22 persen pada tahun 2026. Berikutnya, rasio pajak terhadap PDB diperkirakan mencapai 10,08 sampai 10,45 persen, sementara rasio Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) terhadap PDB ditargetkan sebesar 1,63 hingga 1,76 persen.
Anggito menyampaikan bahwa Kemenkeu akan menerapkan enam strategi untuk mendukung pencapaian target pendapatan negara. Strategi pertama, yaitu peningkatan penerimaan negara melalui programjoint venture atau usaha bersama, yang meliputi kerja sama antar-eselon I serta antara eselon I dengan eselon kementerian atau lembaga (K/L) lainnya.
Menurutnya, kerja sama tersebut terkait dengan analisis, pemeriksaan, pengawasan, dan penagihan. "Ini adalah arah kerja baru yang telah kami lakukan sejak 2025 bersama beberapa wajib pajak dan importir, dan akan kami tambah jumlahnya," kata Anggito.
Strategi kedua, lanjut dia, adalah mengembangkan proses bisnis serta meningkatkan kemampuan pengumpulan pendapatan negara dalam transaksi elektronik, baik di dalam maupun luar negeri. Ketiga, pemanfaatan PNBP secara optimal, khususnya pada sektor ekstraktif atau aktivitas bisnis yang berorientasi pada pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Kemudian yang keempat, penguatan alat operasi patroli laut serta peralatan pengujian laboratorium dalam menghadapi kejahatan lintas batas negara. Strategi kelima, penanganan aset kekayaan negara, termasuk dana cair eks Bank Indonesia (BI). Terakhir, pengembangan Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara).
Untuk mendukung pencapaian target penerimaan negara, Kementerian Keuangan mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun untuk tahun 2026. Secara keseluruhan, Kemenkeu mengajukan penambahan anggaran mencapai Rp 4,88 triliun, sehingga total anggaran yang diajukan meningkat menjadi Rp 52,017 triliun, naik dari sebelumnya Rp 47,13 triliun.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa anggaran sebesar Rp 47,13 triliun dialokasikan untuk pengeluaran pegawai, operasional kantor, serta pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dasar yang wajib dilakukan."Dan untuk itu memang belum memasukkan kegiatan-kegiatan strategis yang memerlukan tambahan dana," kata Suahasil.
Anastasya Lavenia Yudi berperan dalam penyusunan artikel ini.
Posting Komentar