Pemasaran Makanan Buruk di Media Sosial untuk Anak
Pemasaran makanan tidak sehat kini menjadi ancaman nyata terhadap kesehatan anak-anak di Indonesia. Dalam sebuah webinar yang diadakan pada Kamis (10/7/2025), dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), menyoroti konsekuensi berat dari strategi pemasaran yang mengarah pada kelompok usia muda.
Merujuk pada Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, sebanyak 19,7 persen anak berusia 5 hingga 12 tahun serta 14,3 persen remaja usia 13 sampai 18 tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
Data menunjukkan bahwa 97,6 persen anak berusia 5 hingga 19 tahun tidak mengonsumsi lima porsi buah dan sayur setiap hari sesuai anjuran. Sebaliknya, lebih dari separuh (54,6 persen) anak dalam kategori usia yang sama biasa meminum minuman manis setidaknya sekali sehari.
1. Pengaruh pemasaran digital
Pemasaran makanan yang tidak sehat, menurut dr. Nadia, merupakan salah satu faktor yang mempercepat peningkatan jumlah kasus kelebihan berat badan danobesitas pada anakDi tengah era digital saat ini, iklan tidak hanya terbatas pada televisi atau papan iklan. Media sosial justru menjadi saluran yang paling efektif dalam memengaruhi kebiasaan konsumsi anak-anak dan remaja.
Dengan 167 juta pengguna media sosial aktif, atau sekitar 60,4 persen dari penduduk Indonesia (DataReportal 2023), situs digital seperti YouTube, Instagram, dan TikTok kini menjadi target utama bagi produsen makanan dan minuman yang mengandung tinggi gula, garam, serta lemak. Penyebaran iklan yang luas membuat anak-anak lebih rentan terhadap kebiasaan makan tidak sehat sejak usia dini.
"Kita akan pindah dari middle income country, berupaya menjadi negara maju pada tahun 2045 dengan generasi emasnya. Nah, negara yang maju pasti menghadapi permasalahan berupa penyakit tidak menular," kata dr. Nadia
2. Anak menjadi target utama dari iklan makanan
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh UNICEF menunjukkan seberapa besar dan terarahnya pemasaran makanan tidak sehat kepada anak-anak di Indonesia melalui media sosial. Dalam studi ini, 295 iklan dari 20 merek makanan dan minuman terkenal dianalisis di tiga platform digital utama, yaitu Facebook, Instagram, dan X (dahulu Twitter).
Iklan-iklan ini cenderung berisi empat jenis produk utama: camilan, makanan olahan, minuman ringan, dan makanan cepat saji. Seluruh item yang ditampilkan termasuk dalam kategori tinggi kalori, gula, lemak, serta garam.
Dari 20 merek tersebut, sebanyak 17 (85 persen) menawarkan setidaknya satu produk yang dianggap tidak pantas dipromosikan kepada anak-anak berdasarkan Model Profil Gizi (NPM). Mayoritas produk tersebut melampaui batas gizi Model Profil Gizi (NPM) terhadap lemak, gula, natrium, dan/atau kalori, yang menunjukkan bahwa produk-produk tersebut tidak layak dipasarkan kepada anak-anak," ujar David Colozza, Ahli Nutrisi dari UNICEF Indonesia secara virtual.
UNICEF mencatat bahwa iklan-iklan ini memakai cara yang dirancang untuk menarik perhatian anak-anak, seperti penggunaan tokoh imut, tantangan yang menyebar luas, atau kesaksian dari tokoh terkenal.
Kendala yang muncul adalah anak-anak belum mampu membedakan antara hiburan dan iklan komersial, sehingga mereka lebih mudah terpengaruh. Akibatnya, konsumsi berlebihan terhadap makanan tidak sehat dapat menyebabkan obesitas sejak usia dini dan meningkatkan risiko penyakit kronis.
3. Langkah pemerintah dalam mengendalikan iklan makanan yang tidak bergizi
Sebagai tindak lanjut dari isu tersebut, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan berbagai organisasi, termasuk Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), dalam upaya mengendalikan penyebaran iklan produk yang kaya akan gula, garam, dan lemak (GGL) di lingkungan digital.
Menurut dr. Nadia, tindakan ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang menekankan perlindungan anak terhadap paparan pemasaran produk yang berbahaya bagi kesehatan.
Pembatasan iklan dianggap penting karena anak-anak merupakan pengguna aktif media digital dan cenderung mudah terpengaruh oleh pesan-pesan promosi. Selain itu, dr. Nadia juga menyampaikan bahwa program Cek Kesehatan Gratis (CKG) untuk anak dan remaja usia sekolah akan menjadi alat pemantau yang sangat berharga. Program ini diharapkan mampu mengenali perkembangan kegemukan dan obesitas secara dini.
"Saya yakin nanti kita harus melihat kembali apa yang membuat angka dari CKG jauh lebih tinggi dibandingkan angka ini," katanya, menekankan potensi besar masalah ini jika tidak segera ditangani.
Penyebaran iklan makanan tidak sehat pada masa digital menjadi masalah besar yang memengaruhi kesehatan anak-anak di Indonesia. Kerja sama bersama, termasuk pembatasan iklan dan inisiatif pengawasan seperti CKG, merupakan langkah krusial dalam menjaga kesehatan generasi muda dari ancaman obesitas serta penyakit kronis.
Balon Perut Bisa Membantu Mengatasi Kegemukan Tanpa Harus Operasi Hadapi Kegemukan dan Kesehatan Melalui Bedah Bariatrik
Posting Komentar