Liberalisasi Kesehatan: Tantangan atau Ancaman?

Pernyataan Prabowo kepada Presiden Dewan Eropa Antnio Costa di Brussels, Belgia, pada hari Minggu (13/7) terkait izin rumah sakit asing beroperasi di Indonesia bisa dilihat sebagai tantangan sekaligus ujian besar bagi ekosistem kesehatan lokal. Di satu sisi, kehadiran rumah sakit asing akan mendorong pelaku kesehatan setempat untuk melakukan perubahan menyeluruh—mulai dari peningkatan kualitas infrastruktur, penerapan teknologi mutakhir seperti AI diagnostics dan bedah yang didukung robot, hingga penyusunan ulang model layanan yang berfokus pada pengalaman pasien. Persaingan ini sebenarnya bisa menjadi kesempatan bagi rumah sakit nasional untuk berkembang dari model fee-for-service yang tradisional menuju sistem berbasis hasil, sesuai tren internasional. Namun, perubahan ini tidak akan mudah karena adanya beban regulasi yang rumit (seperti aturan alat medis dan standar SDM dalam PP 28/2024) serta keterbatasan anggaran di banyak rumah sakit daerah. Tanpa intervensi strategis, tidak menutup kemungkinan banyak rumah sakit lokal—terutama di luar Jawa—akan terjebak dalam siklus buruk: mengalami penurunan jumlah pasien akibat kalah bersaing, lalu semakin sulit untuk melakukan investasi dalam meningkatkan kualitas layanan.
Di sisi lain, ancaman gangguan dari rumah sakit luar negeri benar-benar nyata, khususnya dalam segmentasi pasar kelas atas dan menengah atas. Pengalaman negara-negara berkembang lain menunjukkan bahwa rumah sakit internasional sering kali hadir dengan keunggulan brand equity (misal: Rumah Sakit Singapura atau Mayo Clinic), jaringan rujukan global, serta kemampuan investasi dalam teknologi terkini—faktor-faktor yang sulit dihadapi oleh rumah sakit lokal kecuali yang telah mencapai standar dunia seperti Siloam atau Eka Hospital. Dampak sosialnya juga perlu diperhatikan: jika terjadi pengalihan pasien besar-besaran ke rumah sakit asing, maka sistem JKN bisa semakin berat karena jumlah pasien yang memiliki pembiayaan bervariasi berkurang, sementara rumah sakit rujukan JKN kehilangan insentif finansial untuk melakukan inovasi. Liberalisasi ini juga berpotensi menyebabkan pengunduran diri tenaga kesehatan berkualitas yang lebih tertarik bekerja di rumah sakit asing dengan remunerasi yang lebih baik. Oleh karena itu, kebijakan ini harus diiringi dengan langkah perlindungan, seperti kewajiban kerja sama dengan operator lokal, kuota layanan untuk pasien JKN, atau skema pembinaan kapasitas wajib bagi sumber daya manusia kesehatan Indonesia. Tanpa mekanisme perlindungan seperti ini, yang terjadi bukanlah percepatan transformasi kesehatan, melainkan kolonialisasi baru di sektor strategis ini.
PP 28/2024: Pembebasan atau Peningkatan Aturan?
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 mengenai Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan memberikan harapan baru sekaligus tantangan bagi industri kesehatan di Indonesia. Perubahan yang paling menonjol adalah penerapan persyaratan akreditasi yang lebih ketat, yang memaksa rumah sakit untuk memenuhi standar internasional. Tujuan dari perubahan ini adalah agar rumah sakit lokal mampu bersaing dengan operator asing yang mungkin memiliki reputasi dan pengalaman yang lebih baik. Namun, tantangan ini tidak bisa dianggap remeh; banyak rumah sakit, khususnya yang berada di daerah, mungkin kesulitan mencapai standar tersebut karena keterbatasan sumber daya, baik secara finansial maupun infrastruktur. Tanpa dukungan yang cukup dari pemerintah, risiko terjadinya peningkatan ketertinggalan rumah sakit lokal sangat besar, yang pada akhirnya dapat mengurangi akses masyarakat terhadap layanan kesehatan berkualitas. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan membawa kabar baik sekaligus tantangan bagi sektor kesehatan di Indonesia. Salah satu perubahan utama adalah penerapan aturan akreditasi yang lebih ketat, yang meminta rumah sakit untuk memenuhi standar global. Hal ini bertujuan agar rumah sakit lokal mampu bersaing dengan penyedia layanan asing yang mungkin memiliki reputasi dan pengalaman lebih unggul. Namun, tantangan ini tidak mudah; banyak rumah sakit, khususnya di wilayah pedesaan, mungkin kesulitan memenuhi standar tersebut karena keterbatasan dana dan fasilitas. Jika pemerintah tidak memberikan bantuan yang memadai, ada kemungkinan rumah sakit lokal akan semakin tertinggal, yang berdampak pada pengurangan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan berkualitas. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 mengenai Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan memberikan peluang sekaligus tantangan bagi sektor kesehatan di Indonesia. Perubahan yang paling signifikan adalah penerapan persyaratan akreditasi yang lebih ketat, yang mengharuskan rumah sakit memenuhi standar internasional. Tujuannya adalah agar rumah sakit lokal dapat bersaing dengan operator asing yang mungkin memiliki reputasi dan pengalaman lebih baik. Namun, tantangan ini tidak ringan; banyak rumah sakit, khususnya yang berada di daerah, mungkin kesulitan memenuhi standar tersebut karena keterbatasan sumber daya, termasuk dana dan infrastruktur. Tanpa dukungan pemerintah yang memadai, risikonya adalah rumah sakit lokal akan semakin tertinggal, yang pada akhirnya dapat mengurangi akses masyarakat terhadap layanan kesehatan berkualitas.
Selain itu, PP 28/2024 memberikan kesempatan yang lebih luas bagi investasi asing, memungkinkan rumah sakit internasional untuk masuk ke pasar Indonesia dengan lebih mudah. Meskipun terdapat ketentuan yang menetapkan bahwa pihak lokal harus memiliki minimal 30% saham, hal ini tetap membuka peluang bagi investor asing untuk berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur kesehatan di Indonesia. Namun, kehadiran rumah sakit asing ini bisa menjadi sesuatu yang memiliki dua sisi. Di satu sisi, mereka mampu menyumbangkan teknologi dan metode terbaik yang dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Di sisi lain, jika tidak dikelola dengan baik, rumah sakit asing dapat mengalihkan perhatian dan sumber daya dari rumah sakit lokal, yang berpotensi menyebabkan ketidakadilan dalam akses layanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya di daerah terpencil.
Digitalisasi rekam medis menjadi salah satu prioritas utama dalam PP 28/2024, yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dalam pelayanan kesehatan. Namun, tantangan besar muncul bagi rumah sakit yang belum memiliki infrastruktur IT yang memadai. Proses digitalisasi membutuhkan investasi besar dalam teknologi dan pelatihan sumber daya manusia, yang mungkin sulit dilakukan oleh banyak rumah sakit, terutama yang berada di daerah dengan anggaran terbatas. Oleh karena itu, muncul pertanyaan: apakah rumah sakit lokal siap menghadapi persaingan ini atau justru akan semakin tertinggal? Untuk menjawab hal ini, diperlukan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan institusi pendidikan agar rumah sakit lokal tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dalam era liberalisasi ini. Tanpa strategi yang tepat, potensi peningkatan kualitas layanan kesehatan di Indonesia bisa terganggu, dan masyarakat mungkin kehilangan akses terhadap layanan kesehatan yang adil dan berkualitas.
Dinamika Layanan JKN: Di Tengah Beban dan Harapan
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menjadi fondasi utama dalam memastikan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan di Indonesia, namun berbagai tantangan yang muncul menunjukkan bahwa sistem ini masih jauh dari sempurna. Salah satu masalah utama adalah ketidakseimbangan dalam pembayaran INA-CBGs, di mana banyak rumah sakit, khususnya yang berada di daerah, mengeluhkan bahwa tarif yang ditetapkan tidak cukup untuk menutupi biaya operasional mereka. Hal ini membuat rumah sakit kesulitan menjaga kualitas pelayanan, yang akhirnya dapat mengurangi akses masyarakat terhadap perawatan kesehatan yang layak. Selain itu, kebijakan bludisasi rumah sakit yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 seharusnya memberikan fleksibilitas keuangan, tetapi penerapannya belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Banyak rumah sakit masih menghadapi hambatan birokrasi yang rumit dan keterbatasan sumber daya, sehingga sulit memaksimalkan manfaat dari kebijakan tersebut.
Ketidakseimbangan dalam pelayanan kesehatan ini semakin memburuk dengan kemungkinan masuknya rumah sakit asing yang menawarkan model bisnis premium. Jika rumah sakit asing mampu menarik pasien dengan layanan lebih baik dan fasilitas yang lebih canggih, dikhawatirkan akan muncul sistem kesehatan berlapis, di mana hanya sejumlah kecil orang yang bisa mengakses layanan berkualitas tinggi, sementara sebagian besar masyarakat tetap terjebak dalam sistem JKN yang semakin memberatkan. Dalam konteks ini, dinamika realitas di Indonesia menunjukkan bahwa rumah sakit lokal, khususnya yang berada di daerah, tidak cukup mampu bersaing dengan rumah sakit asing yang memiliki sumber daya dan teknologi lebih unggul. Tanpa adanya tindakan strategis untuk memperkuat rumah sakit lokal dan menjaga kelangsungan sistem JKN, kita berisiko memperlebar kesenjangan dalam akses serta kualitas layanan kesehatan di seluruh negeri.
Kesimpulan
Pembukaan rumah sakit asing di Indonesia bisa menjadi pemicu positif untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, selama didampingi dengan aturan yang menjaga kepentingan rumah sakit lokal dan memastikan akses layanan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Aturan yang ketat dan jelas sangat diperlukan agar tidak terjadi dominasi pasar oleh rumah sakit asing yang menawarkan layanan khusus, sehingga mengabaikan kebutuhan masyarakat luas. Dalam hal ini, investor lokal sebaiknya tetap mendapatkan prioritas lebih dalam investasi dan pengembangan rumah sakit. Dengan memberikan insentif serta dukungan kepada rumah sakit nasional, pemerintah dapat mendorong inovasi dan peningkatan kualitas layanan, sehingga rumah sakit domestik mampu bersaing secara sehat dengan pemain asing.
Namun, jika pembukaan rumah sakit asing hanya dianggap sebagai proyek liberalisasi tanpa adanya tindakan pengurangan risiko yang memadai, kita berisiko menghadapi krisis ketimpangan baru dalam sistem kesehatan Indonesia. Tanpa dukungan penuh dari pemerintah, rumah sakit lokal yang sudah kesulitan bertahan mungkin akan semakin terabaikan, dan masyarakat berpotensi kehilangan akses terhadap layanan kesehatan yang murah dan bermutu. Oleh karena itu, pemerintah dengan segala kewenangannya harus bersikap komitmen untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan rumah sakit lokal, termasuk melalui kebijakan yang mendorong kerja sama antara rumah sakit nasional dan internasional. Dengan langkah-langkah strategis ini, kita dapat memastikan bahwa liberalisasi sektor kesehatan tidak hanya memberi manfaat kepada sekelompok orang, tetapi juga memberikan keuntungan yang luas bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, apabila pembukaan rumah sakit asing hanya dilihat sebagai proyek liberalisasi tanpa adanya upaya mitigasi risiko yang cukup, kita bisa menghadapi krisis ketimpangan baru dalam sistem kesehatan Indonesia. Tanpa dukungan penuh dari pemerintah, rumah sakit lokal yang sedang berjuang untuk bertahan mungkin akan semakin tertinggal, dan masyarakat berisiko kehilangan akses terhadap layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah dengan segala kewenangannya harus berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan rumah sakit lokal, termasuk melalui kebijakan yang mendorong kolaborasi antara rumah sakit domestik dan asing. Dengan langkah-langkah strategis ini, kita dapat memastikan bahwa liberalisasi sektor kesehatan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan manfaat yang luas bagi seluruh masyarakat Indonesia. Namun, jika pembukaan rumah sakit asing hanya dianggap sebagai proyek liberalisasi tanpa adanya tindakan pengurangan risiko yang memadai, kita berpotensi menghadapi krisis ketimpangan baru dalam sistem kesehatan Indonesia. Tanpa dukungan optimal dari pemerintah, rumah sakit lokal yang telah berjuang untuk bertahan mungkin akan semakin terpinggirkan, dan masyarakat berisiko kehilangan akses terhadap layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah dengan segala kewenangannya harus berkomitmen untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan rumah sakit lokal, termasuk melalui kebijakan yang mendorong kerja sama antara rumah sakit nasional dan internasional. Dengan langkah-langkah strategis ini, kita dapat memastikan bahwa liberalisasi sektor kesehatan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan manfaat yang luas bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pertanyaan Refleksi: Apakah Indonesia akan menjadi pasar yang mudah diakses oleh perusahaan kesehatan global, atau mampukah negara ini memanfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan sistem yang lebih kuat?
Posting Komentar