Kurangnya Peran Ayah: Dampak pada Anak

AdinJava, Jakarta- Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga-Kepala BKKBN Wihaji menyatakan bahwa 20,9 persen anak Indonesia berkembang tanpa adanya peran tertentu.ayah (fatherless) yang menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam perkembangan emosional, sosial, dan kognitif. "Rata-rataanaksekarang lebih menyenangkan berbincang dengan ibu. Hal ini menyebabkan 20,9 persen anak tumbuh tanpa peran ayah yang aktif," katanya sebagaimana dilaporkan Antara, Kamis, 10 Juli 2025.
Data UNICEF tahun 2021 menunjukkan bahwa 20,9 persen anak di Indonesia tidak memiliki figur ayah. Beberapa di antaranya disebabkan oleh perceraian, kematian, atau pekerjaan ayah yang membuat mereka tinggal jauh dari keluarga.
Selain itu, survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun yang sama menunjukkan bahwa hanya 37,17 persen anak berusia 0–5 tahun diasuh kedua orang tua secara bersamaan. "Peran ayah dalam keluarga memiliki dampak yang sangat besar terhadap pertumbuhan anak, baik dari segi emosional, sosial, maupun kognitif," ujar Wihaji.
Ia menjelaskan, peran seorang ayah sering kali diabaikan atau hanya dianggap sebagai pencari nafkah. "Akibatnya, tanggung jawab dalam pengasuhan dan pendidikan anak lebih banyak dibebankan kepada ibu, sedangkan ayah cenderung kurang terlibat dalam kehidupan sehari-hari anak," katanya.
Dampak Emosional dan Psikologis
Menurut situs web NeuroLaunch, platform inovatif menyediakan data terkait ilmu saraf, secara psikologis, efek fatherlessdapat menyebar secara luas. Anak sering kali menghadapi perasaan ditinggalkan yang bisa memicu rasa tidak aman, ketakutan terhadap penolakan, serta keinginan berlebihan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Dampak ini tidak hilang ketika seseorang dewasa. Pola emosional tersebut bisa terus berlanjut hingga memengaruhi hubungan percintaan, pilihan karier, serta cara mereka mendidik anak. Jika tidak diakui dan ditangani, kondisi ini berpotensi menciptakan siklus yang berulang.fatherlessyang terus berlanjut ke generasi berikutnya.
Makna fatherlesstidak hanya sekadar ketiadaan ayah secara jasmani akibat perceraian, kematian, atau pekerjaan. Konsep ini juga mencakup kehadiran ayah hanya secara fisik, tetapi tidak secara emosional dan psikologis. (present but absent father).
Laporan penelitian Dampak Kausal dari Ketidakhadiran Ayah(2014) menunjukkan bahwa dampak buruk terhadap anak biasanya tidak hanya disebabkan oleh ketiadaan ayah, tetapi juga oleh berbagai faktor lain.
- Konflik Orang Tua
Ketegangan dan perkelahian besar yang terjadi sebelum atau selama perceraian menjadi sumber stres utama yang secara langsung merusak kondisi psikologis anak.
- Kesulitan Ekonomi
Kemunduran kondisi keuangan pasca perceraian sering kali menjadi faktor yang lebih utama. Hal ini bisa mengurangi waktu dan kualitas pengawasan orang tua yang tersisa.
- Efek Domino terhadap Perilaku
Kurangnya kehadiran ayah memperparah masalah perilaku eksternal, seperti kecenderungan agresif dan kesulitan dalam berkonsentrasi. Perubahan perilaku ini berdampak pada kesulitan belajar di sekolah, bukan karena penurunan kemampuan intelektual anak.
Penerimaan terhadap Ketiadaan Ayah
Laporan penelitian Memahami Dampak Psikososial yang Dirasakan Akibat Ketidakhadiran Ayah pada Wanita Dewasa(2023) mengkaji pengaruh ketiadaan ayah dari perspektif perempuan Afrika Selatan berusia 18 hingga 35 tahun.
Salah satu cara untuk memperkuat kemandirian, sebagaimana ditunjukkan oleh seorang responden yang berusaha membayar biaya kuliahnya sendiri melalui pekerjaan.Beberapa perempuan mencapai kesadaran psikologis tanpa merasakan peran seorang ayah, sehingga belajar untuk mencintai diri sendiri sebagai dasar kekuatan. Selain membangun kekuatan dari dalam, penerimaan terhadap kenyataan juga menjadi cara menghadapi masalah.
Bentuk penerimaan ini beragam, ada yang menerima kenyataan bahwa ayahnya sudah tiada dan sepenuhnya percaya kepada ibu. Ada pula yang menerima bahwa ayahnya telah membentuk keluarga baru dan kemungkinan tidak lagi menginginkan hubungan dengan anaknya.
Jalur pemulihan ini juga mencakup cara mengelola perasaan secara sadar, bukan dengan menghindarinya. Misalnya, peserta penelitian mengakui sering merasa emosional ketika mendengar orang lain membicarakan ayah mereka. Ia memutuskan untuk menerima rasa marah tersebut, menangis untuk melepaskannya, dan akhirnya merasa lebih baik.
Posting Komentar