Kejagung Perkirakan Kerugian Negara Rp 1,9 Triliun dari Kasus Chromebook

Kepala Penyidikan Kejaksaan Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, mengungkapkan kerugian negara yang terjadi akibat dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2019–2022 sebesar Rp 1,9 triliun, yaitu sekitar Rp 1.980.000.000.000.
"Karena tindakan tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp 1.980.000.000.000," kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Selasa (15/7) malam.
Penyidik membagi kerugian negara ke dalam beberapa kategori. Qohar menjelaskan, kerugian keuangan negara yang terjadi berasal dari perhitungan selisih kontrak antara harga penyedia dengan metode ilegal gain. Artinya, keuntungan yang diperoleh penyedia berasal dari selisih harga yang diperoleh dari principal secara tidak sah, dengan rincian sebagai berikut:
- Item Software(CDM) senilai 480 miliar rupiah
- Mark-up (selisih harga kontrak dibandingkan dengan pokok) laptop di luar CDM bernilai Rp 1,5 triliun.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka, yaitu mantan Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Ristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT); konsultan pribadi untuk Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah di Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IA); mantan Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah (MUL); serta mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih (SW).
"Terhadap empat orang tersebut, berdasarkan bukti yang memadai, ditetapkan sebagai tersangka," ujar Qohar.
Dalam rangka penyelidikan, Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih akan ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Di sisi lain, Ibrahim Arief menjalani tahanan kota karena mengidap penyakit jantung kronis. Sementara itu, Jurist Tan masih dalam status DPO karena berada di luar negeri.
Mengenai kasus ini, Qohar menyampaikan bahwa pada periode 2020–2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melaksanakan kegiatan pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk PAUD, SD, SMP, dan SMA dengan total anggaran sebesar Rp 9,3 triliun, yaitu sebesar Rp 9.307.645.245.000.
Anggaran tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, dengan tujuan agar dapat dimanfaatkan untuk anak-anak sekolah, termasuk daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T).
Dalam pelaksanaannya, tersangka Sri Wahyuningsih (SW) yang menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar di Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada periode 2020–2021 serta sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020–2021, tersangka Mulyatsyah (MUL) yang bertindak sebagai Direktur SMP di Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020–2021, tersangka Jurist Tan sebagai Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, serta tersangka Ibrahim Arief yang berperan sebagai Konsultan Teknologi di Kemendikbudristek diduga melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Mereka diduga menyalahgunakan wewenang dengan menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengarah pada produk tertentu, yaitu Chrome OS, dalam pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menggunakan Chrome OS Tahun Anggaran 2020 hingga 2022, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara serta tujuan pengadaan TIK bagi siswa sekolah tidak tercapai karena Chrome OS memiliki banyak kelemahan untuk daerah 3T.
Para tersangka dituduh dengan Pasal 2 ayat (1)jo.Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 mengenai Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf 1 KUHP.Subsidiair Pasal 3 jo.Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang mengatur perubahan terhadap UU Nomor 31 Tahun 1999 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsijo.Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP.
Posting Komentar