Tools:
Powered by AdinJava

Hutan Mangrove Batam Dibuang Secara Ilegal

Daftar Isi

AdinJava, Batam - Perusakan ekosistem mangrove terus terjadi di Kota Batam, Kepulauan Riau. Kerusakan tidak hanya terjadi di luar kawasan hutan, tetapi juga menargetkan area hutan.hutan lindung, yaitu Kawasan Hutan Lindung Panaran, Kelurahan Tembesi, Kecamatan Bulang, Kota Batam.

Temuan kerusakan ini dilaporkan oleh NGO Akar Bhumi Indonesia. "Kami telah melakukan verifikasi lapangan pada 10 Juli 2025," ujar Hendrik Hermawan, Pendiri Akar Bhumi Indonesia, Senin, 14 Juli 2025. "Kami juga telah melaporkan temuan ini kepada Kementerian Kehutanan Republik Indonesia," katanya.

Hendrik menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan menemukan adanya penimbunan mangrove. Selain itu, kegiatan penimbunan juga mengarah pada alur sungai yang ada di kawasan tersebut. "Kami juga menerima keluhan dan kerugian potensial pendapatan nelayan akibat aktivitas ini," ujar Hendrik.

Menurutnya, lokasi kerusakan tersebut juga menjadi kawasan penanaman mangrove oleh Badan Restorasi Mangrove dan Gambut (BRGM) seluas 60 Ha. Penanaman dilakukan oleh masyarakat sekitar, yaitu Kelompok Pegiat Mangrove Restu Alam dengan sistem pengayakan 1.000/ha. "Total 60 ribu bibit mangrove ditanam pada tahun 2023," katanya.

Nelayan Minta Ganti Untung

Amri, salah satu nelayan yang terkena dampak, menyatakan bahwa penimbunan mangrove di kawasan hutan lindung telah berlangsung selama hampir tiga minggu terakhir. Kegiatan tersebut juga merusak tanaman mangrove yang telah ditanam olehnya. "Tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi dari perusahaan mengenai aktivitas ini," ujar Amri yang juga merupakan penggiat mangrove.

Amri meminta pihak yang berkaitan untuk bertanggung jawab mengingat dampak dari aktivitas tersebut telah memengaruhi para nelayan. "Mohon ganti untung, bukan ganti rugi, karena nelayan sudah mengalami kerugian selama ini," ujarnya.

Sama halnya dengan yang disampaikan Masedi, warga Pulau Air, Kelurahan Batu Legong, Kecamatan Bulang. Ia menyebutkan bahwa pekerjaan penimbunan dilakukan di malam hari. "Kami khawatir penimbunan ini akan sampai ke laut lepas, pasti akan semakin merugikan masyarakat. Kami bingung, di satu sisi diminta pemerintah untuk melakukan penanaman mangrove dengan pertanggungjawaban, namun di lapangan ada perusahaan yang sengaja menimbunnya," ujarnya.

Masedi menyebutkan penghasilan nelayan mengalami penurunan hingga 80 persen. "Sebenarnya kami berharap pemerintah terus menjalankan program penanaman karena melalui program tersebut kami bekerja memperbaiki hutan yang nantinya dapat kami wariskan kepada anak cucu kami," ujarnya.

Tidak Ada Izin

Kepala KPHL Unit II Batam Lamhot Sinaga menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan inspeksi ke lokasi tersebut pada tanggal 8 Juli 2025 dan 9 Juli 2023. "Kami mengirimkan surat peringatan terkait aktivitas tersebut. Sampai saat ini, lokasi yang dimaksud belum memiliki Izin Penggunaan Kawasan Hutan Lindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.

Hendrik menyampaikan, data yang dikumpulkan oleh timnya menunjukkan bahwa penyimpanan dilakukan guna mengembangkan industri.shipyardperusahaan telah mendapatkan alokasi lahan seluas 55 Ha di kawasan Panarasan. "Mereka sedang menyelesaikan tahap awal dengan luas 12 Ha yang direncanakan akan dibangun"shipyard," kata Hendrik.

Mengancam Pipa Gas

Hendrik juga menemukan di lokasi Hutan Lindung Panaran terdapat saluran pipa gas yang tertimbun, yang merupakan milik PT Transportasi Gas Indonesia, salah satu anak perusahaan dari PT Perusahaan Gas Negara.

Tentu saja kegiatan ini akan berdampak terhadap keberadaan jalur gas yang rentan terhadapexplosion (ledakan), terlebih lagi tidak ditemukan adanya struktur penyangga pelindung pipa gas yang tertimbun. PT TGI seharusnya mengambil langkah untuk melindungi asetnya dengan mengajukan tuntutan terkait hal ini," ujar Hendrik.

Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2013 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Pasal 94 menyebutkan bahwa seseorang yang secara sengaja memerintahkan, mengatur, atau mendorong penebangan hutan ilegal dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah dapat dikenai hukuman penjara minimal 8 (delapan) tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun serta denda minimal sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan maksimal Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Posting Komentar